Oleh: Zainul Arifin (Penulis Jurnal)
Urgensi
Studi Hadits
Al-Qur’an sebagai wahyu yang qadim
dan menjangkau seluruh masa kehidupan manusia. Kendati demikian, al-Qur’an
hanya membicarakan hal yang general, dengan kata lain yang tidak dijelaskan
secara rinci. Untuk mengatasi hal ini, Nabi Muhammad SAW. mempunyai tugas untuk
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang global maknanya dan tidak membumi bahasanya,.di
dalam al-Qur’an disebutkan:
“Katakanlah,
‘Taatilah Allah dan Rasulnya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir.’” (QS. Ali Imran: 32).
Ayat di atas mengajarkan kepada kita
bahwa, orang-orang yang tidak mengikuti perintah Allah (melalui al-Quran) dan
rasul-Nya (melalui Sunnah Rasulullah), termasuk orang ingkar. Selain itu, hal
ini menunjukkan bahwa, sumber ajaran Islam ada dua: yaitu al-Qur’an dan hadits.
Hadits yang sampai kepada kita
sampai sekarang ini dulunya terdapat dua pendapat di seputar masalah penulisannya,
yang satu sama lain tampak saling bertentangan. Versi pertama memerintahkan
penulisan hadits dan versi kedua melarangnya. Yang pertama para sahabat
tertentu, telah menulis hadits pada masa Nabi Muhammad SAW. bahkan dalam
kesempatan tertentu, Nabi Muhammad SAW. mendektekannya kepada mereka. Saat itu,
dikenal beberapa sahabat yang mempunyai sahifah atau koleksi hadits
secara tertulis. Yang ke dua di antara hadits yang menunjukkan adanya
larangan menulis hadits. Namun keduanya dapat dikompromikan.
Memang, secara lahiriah kelihatannya
saling bertentangan. Untuk memahami kedua hadits itu, pertama, karena
pada waktu itu a1-Qur’an dalam proses penulisan, bagi sahabat yang tidak
khawatir mencampurbaurkan antara al-Qur’an dengan hadits. Dipersilahkan menulis
hadits, namun bagi yang ragu hendaklah menghapus catatannya yang selain
al-Qur’an. Kedua, hadits tentang larangan dan perintah menulis hadits,
berbeda waktu disabdakannya dan berbeda pula sahabat yang dihadapi Nabi
Muhammad SAW. Hadits tentang larangan menulis hadits muncul terlebih dahulu
atautahun-tahun awal hijriah.
Kemudian tentang pemalsuan Hadits, pada
masa Nabi Muhammad, belum terjadi pemalsuan hadits. Berdasarkan bukti-bukti yang
dapat dipercaya, dapat dipahami bahwa pemalsuan hadits mulai terjadi pada masa
Ali ibn Abi Talib. Hadits palsu yang muncul pada masa itu, didorong oleh faktor
politik. Tujuan pemalsu hadits bermacam-macam motif dan motivasinya. Ada yang bersifat
duniawi dan ada pula yang bersifat ukhrawi. Jelasnya, faktor yang mendorong
mereka memalsukan hadits adalah untuk membela kepentingan tertentu; membela
kepentingan politik, membela aliran teologi, membela mazhab fikih, memikat hati
orung yang mendengar kisahnya, untuk menjadi orang lain lebih zahid,
mendorong orang lain lebih rajin melakukan ibadah tentang dan untuk merusak
Islam.
Takhrij al-Hadits
Takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana
hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya kemudian menjelaskan
dengan derajatnya jika diperlukan. Takhrij hadits adalah sebagai langkah
awal dalam penelitian hadits. cara yang dapat ditempuh dalam melakukan takhrij
al-Hadits, ada lima yaitu: a) al-takhrij bi mathla’i al-Hadits (berdasarkan
awal hadits); b) altakhrij bi alfazi a-Hadits (berdasarkan lafaz
hadits); c) al-takhrij bi wasitah al-rawi a’la (berdasarkan perawi
tertinggi dalam hal ini sahabat); d) altakhrij binaan ‘ala' maudlru'i
al-Hadits (berdasarkan topik hadits); dan e) al-takhrij 'ala sifati
Zahirah fi al-Hadits (berdasarkan satatus hadits).
Metode takhrij yang paling
praktis saat ini adalah al-takhrij bi alfaz alhadits dengan menggunakan
komputer melalui program Kutub al-Tis'ah atau Maktabah al-shamilah atau
program aplikasi software lainnya.
Adapaun langkah-langkah yang
ditempu dalam Studi Sanad Hadits
meliputi:
1.
Melakukan
al-I'tibar: Yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits
tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang
periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan
dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian
sanad dari sanad hadits dimaksud. kegunaan al-i'tibar adalah untuk
mengetahui sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung
berupa periwayat yang berstatus mutabi' atau shahid.
2.
Pembuatan
Skema Sanad; Dalam pembuatan skema sanad ada tiga hal penting yang perlu
mendapat perhatian, yakni (a) jalur seluruh sanad; (b) nama-nama periwayat
untuk seluruh sanad; (c) metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing
periwayat.
3.
Meneliti
Pribadi Periwayat dan Metode Periwayatannya: Unsur-unsur kaidah ke-sahih-an
hadits adalah sebagai berikut: (a). Sanad hadits yang bersangkutan harus bersamabung
mulai dari mukharrij-nya sampai kepada Nabi. (b). Seluruh periwayat
dalam hadits itu harus bersifat adil dan dabit. (c). Sanad dan matan hadits,
terhindar dari kejanggalan (shudhudh) dan cacat (‘illah). Adapun
mneliti periwayat berati meneliti kdua kpribadinnya yang meliputi keadilan dan
ke-dabit-annya. Keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedang ke-dabit-annya
berhubungan dengan kapasitas intelektual.
4.
Meneliti
Matan Hadits :
-
jika terdapat perbedaan lafal pada berbagai
matan yang semakna, maka menggunakan metode muqaranah. Metode muqaranah
tidak hanya ditujukan kepada lafal-lafal matan saja, tetapi juga kepada
masing-masing sanadnya. Dengan menempuh metode muqaranah, maka akan
dapat diketahui apakah terjadinya perbedaan lafar pada matan masih dapat
ditoleransi atau tidak dapat ditoleransi.
-
Menentukan
ada tidaknya. ziyadah pada matan ialah tambahan lafal ataupun kalimat
yang terdapat pada matan, tambahan itu dikemukakan oleh periwayat tertentu,
sedang periwayat tertentu lainnya tidak mengemukakannya.
-
Pembahasan
selanjutnya berkenaan dengan idraj., idraj berarti memasukkan
pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu matan hadits yang
diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal Nabi
karena tidak adanya penjelasan dalam matan hadits itu. Dilihat dari pengerian
istilahnya tersebut, idraj dan ziyadah memiliki kemiripan, yakni
tambahan yang terdapat pada riwayat matan hadits. Bedanya, idraj berasal
dari diri periwayat, sedang ziyadah (yang memenuhi syarat) merupakan
bagian tak terpisahkan dan matan hadits Nabi. Hadits yang mengandung idraj disebut
dengan hadits mudraj, sedangkan hadits yang mengandung ziyadah,
disebut sebagai hadits mazid. Selain terdapat pada matan, idraj dan
ziyadah juga terdapat pada sanad.
5.
Meneliti
Kandungan Matan Hadits: Setelah susunan lafal diteliti, maka langkah berikutnya
adalah studi kandungan matan. Dalam studi terhadap kandungan matan, perlu diperhatikan
matan-matan dan dalil-daill lain yang memiliki topik masalah yang sama. untuk
mengetahui ada atau tidak adanya matan lain yang memiliki topik masalah yang
sama, perlu dilakukan takhrij al-hadits bi al maudu. Apabila ada matan
lain yang bertopik sama, maka matan itu perlu diteliti sanadnya. Apabila
sanadnya memenuhi syarat. Maka kegiatan Muqaranah kandungan rnatan-matan
tersebut dilakukan.
Dalam
prakteknya, studi matan memang tidak mudah, faktor-faktor yang menonjol sebagai
penyebab sulitnya penelitian matan ialah: (a) Adanya periwayatan secara makna;
(b) Acuan yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja; (c) Latar
belakang timbulnya petunjuk hadits tidak selalu mudah dapat diketahui; (d)
Adanya kandungan petunjuk hadits yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi
“supra rasional”; dan (e) Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara
khusus penelitian matan hadits. Karena studi matan hadits tidak mudah, maka
ulama mengemukakan syaratsyarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang
peneliti matan hadits.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa seseorang barulah dapat melakukan penelitian yang dapat
membedakan antara hadits yang tergolong palsu dan yang tidak apabila orang
tersebut (1) memiliki keahlian di bidang hadits; (2) memiliki pengetahuan yang
luas dan mendalam tentang ajaran Islam; (3) telah melakukan kegiatan mutala'ah
yang cukup; (4) memiliki akal yang cerdas sehingga mampu memahami
pengetahuan secara benar dan (5) memiliki tradisi keilmuan yang tinggi.
Adapun
masalah yang sering dihadapi dalam kegiatan kritik matan adalah: (1) masalah
metodologis dalam penerapaa tolok ukur kaidah kritik matan terhadap matan yang
sedang diteliti. (2) Sering pula peneliti menghadapi matan-matan hadits yang
ditelitinya nampak bertentangan. Dalam hal ini harus diteliti ulang dengan
lebih cermat semua sanad hadits yang bersangkutan.
Kualitas
Hadits dan Kehujjahanya
Para ahli hadits sangat hati-hati
dalam menerima suatu hadits kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima
setelah benar-benar dapat dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat
tidak disyaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun
sangat hati-hati dalam, menerima hadits. Yang diperlukan dalam menerima hadits adalah
adanya kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang
riwayatnya, maka perlu didatangkan saksi atau keterangan. Oleh karena itu,
dalam menerima hadits sebagai hujjah harus dilihat dari berbagai sisi yang
meliputinya.
Adapun hadits-hadits tersebut
memiliki standar kehujjahan yang tidak sama. Untuk hadits yang berkaitan dengan
Aqidah ulama' berbeda pendapat tentang kehujjahan hadits ahad. Sebagian Ulama'
menyatakan, hadits ahad tidak dapat dijadikan hujjah karena hadits ahad
berstatus zanni al-wurud. Alasanya, yang zanni tidak dapat
dijadikan dalil untuk yang berkaitan dengan keyakinan. Soal keyakinan harus berdasaarkan
dalil untuk yang qat 'i, baik wurud (thubut) maupun dalalahnya. Adapun
yang berkaitan dengan non-aqidah, hadits sahih disepakati oleh para ulama
sebagai hujjah. Untuk hadits hasan ulama berbeda pendapat sebagian pendapat
menerima dan sebagian lain menolak. Yahya bin Ma’in (w. 233 H) dan al-Bukhari
(w. 256 H) dapat digolongkan sebagai ulama' yang menolak kehujjahan hadits hasan.
Kalau untuk Hadits hasan dapat dinyatakan bahwa pada umumnya ulama masih
menerimanya sebagai hujjah, maka untuk hadits da’if sebagai tingkat
terakhir dari tiga kualitas hadits, pada umumnya ulama menolaknya sebagai hujjah.
Dari uraian di atas, perlu
ditegaskan kembali bahwa studi matan hadits merupakan bagian yang sangat
penting dan integral dalam proses studi hadits, baik studi matan hadits di
tinjau dari sanad hadits dengan langkahlangkah prosedural untuk mengkritisi
sanad dan studi matan hadits ditinjau dari susunan lafaz matan hadits dengan
memperhatikan susunan bahasa teks matan hadits dengan formulasi riwayah bi
al-lafzi, dan riwayah bi al-ma’na dan studi matan hadits ditinjau
dari kandungan rnatan hadits dengan memperhatikan bahwa tidak berlaku keharusan
bahwa sanad yang sahih pasti diikuti ke-sahih-an matannya. Dengan
demikian semua yang berkaitan dengan kedudukan hadits sangat perlu untuk
diteliti kembali. Guna menambah keyakinan dalam mengamalkan hadits-hadits
tersebut sebagai hujjah.
0 Comments
Bagaimana Pendapat Anda ?