Rabu, 01 April 2015

0 TAKHRIJ HADITS


 

TAKHRIJ HADITS
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ”.....

A.  Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim besar diantara negara-negara di dunia ini. Namun masalah yang muncul, banyak kita temui beberapa tindakan orang-orang Islam yang tidak mencerminkan pribadi Muslim yang baik, sehingga menghantarkan pada klaim bahwa Islam itu kejam, Islam itu teroris, Islam itu bengis dan yang lainnya. Dalam makalah ini akan dibahas takhrij hadits yang berisi tentang bagaimana Nabi memberikan gambaran bagaimana menjadi pribadi muslim yang baik dengan batasan yang simpel namun syarat akan kelas makna yang tinggi. Adapun matan hadits tersebut adalah:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ.
Namun tittik tekan dalam makalah ini adalah, pemakalah mencoba mengurai dari sisi takhrij Hadits yang pemakalah lakukan berdasarkan teori yang kita peroleh selama ini. Seperti yang didefinis Muhammad Abduh al-Mahdi sebagaimana dikutip Muhamad Nurudin bahwa yang dimaksud takhrijul hadits menurut ahli hadits  ada tata cara seseorang menyebutkan  dalam kitab tentang suatu hadits dengan sanadnya sendiri sementara itu Mahmud a-Thahan memberikan definisi yang lebih, yakni takhrij diartikan sebagai penunjukan tempat hadits pada sumber aslinya, dimana hadits tersebut diriwayatkan lengkap dengan sanad-sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya manakala diperlukan.[1]

B.  Sanad
Dari hasil penelusuran pemakalah, ada beberapa jalur sanad yang ditemukan baik dari Imam al-Bukhori, Imam Muslim, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Imam Ahmad dan Ibn Hibban.
1.    Riwayat Bukhori
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ[2]
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ[3]
2.    Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا حَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي عَاصِمٍ قَالَ عَبْدٌ أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا الزُّبَيْرِ يَقُولُ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ[4]
3.    Riwayat Tirmidzi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ[5]
4.    Riwayat an-Nasa’i
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ[6]
5.    Riwayat Imam Ahmad
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَامِرٌ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ[7]
6.    Riwayat Ibnu Hibban
أخبرنا عبد الله بن قحطبة بفم الصلح ، حدثنا محمد بن الصباح ، حدثنا عبيدة بن حميد ، عن بيان بن بشر ، عن عامر ، عن عبد الله بن عمرو ، عن النبي صلى الله عليه وسلم ، قال : « المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده ، والمهاجر من هاجر ما نهى الله عنه »[8]
C.  I’tibar
Secara bahasa, i’tibar berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dikethui sesuatunya yang sejenis. Sedangkan menurut istilah ilmu hadits sebagaimana yang dimaksud disini adalah i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad  yang untuk suatu hadits tertentu agar dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak  untuk bagian sanad dari sanad hadits yang dimaksud.[9]
Berikut adalah gambar skema i’tibar yang dilakukan pemakalah:
Dari skema di atas dapat kita lihat bahwa hadits tentang pribadi muslim yang baik (الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ)  memiliki syahid[10] bagi Abdullah bin ‘Amr  yaitu  Abu Hurairah dan Jabir, yang mana Abdullah bin ‘Amr  masuk pada riwayat Imam al-Bukhori, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban. Sedangkan Abu Hurairah dalam riwayat at-tirmidzi dan Sahabt Jabir masuk pad riwayat Muslim.  Adapun ketika melihat riwat Bukhori kita juga akan menemukan mutabi[11] bagi Amir yaitu asy-Syi’bi.

D. Kritik Sanad dan Matn
1.    Sanad
Dalam melakukan kritik sanad, pemakalah menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
-       Pertama,mencatat semua periwayat dalam sanad yang diteliti. Adapun yang pemakalah maksud adalah riwayat al-bukhori yang melalui jalur sanad Abdullah bin Amr yang dilanjutkan kepada Amir, yaitu sebagai berikut:
a.    Abdullah bin ‘Amr
Nama lengkapnya yakni Abdullah bin Amr bin Ash bin Wali bin Hasyim al-Qurasi. Beliau termasuk sahabat  thabaqah pertama.
Guru-gurunya :  Nabi Saw., Suraqah bin Malik, Abdurrahman bin Auf, Amru bin Ash
Murid-muridnya antara lain: Thalaq bin Ubaid, Ashim bin Sufyan, Amir bin Syarakhil, Abbas bin Jalid, Abdullah bin Babah.
Beberapa pendapat ulama :
·       Ahmad bin Hanbal mengatakan Beliau wafat pada ليا لي الحرة yaitu pada tahun 63 bulan dzulhijjah
·       Al-Lais mengatakan wafatnya Beliau tahun 68 H
·       Ibnu Hajar mengatakan  penuturan al-Askari bahwa Beliau hidup hampir 100 tahun itu tidak benar.[12]
b.      Amir
Namanya adalah Amir bin Syarakhil, beliau termasuk thabaqat ke-3 tabi’in pertengahan. Beliau wafat setelah 100 H.
Guru-gurunya antara lain: Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Muti’ bin Aswad.
Murid-muridnya antara lain: Rabi’ah bin Yazid, Zubaid al-Yami, Zakaria bin Abi Zaidah, As-Sara bin Ismail
Pendapat ulama :
·       Makhul : ما رايت افقه منه
·       Abu Mujaliz : ما رايت فيهم افقه منه
·       Ibnu Ma’in : ثقه [13]
c.       Zakaria
Namanya Zakaria bin Abi Zaidah. Beliau termasuk thabaqah ke-6 dari orang-orang yang semasa dengan tabi’in senior. Wafat tahun 147/148/149 H.
Guru-gurunya antara lain: Amr Ash Syi’bi, Al-Abbas bin Dzuraikh, Abdurrahman Ibnu al-Ashbihani, Atiyah al-‘Aufi, Abdul Malik bin Umair.
Murid-muridnya antara lain: Ali bin Yazid as-Shadai, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Fadl.
Pendapat ulama :
·      Al- Mizi :  ليس به بأس
·      Ibnu Hibban : memasukkanya dalam kitabت التّقا
·      Abu Bakr al-Bazar : ثقة
·      Ibnu Sa’d :  ثقة كثيرالحديث كان[14]
d.    Abu Nu’aim
Namanya adalah Al-Fadl bin Dakin. Beliau lahir tahun 130 H, termasuk thabaqah ke-9 dari Atbaut Tabi’in senior. Wafat pada tahun 218 H / 219 H di Kuffah.
Guru-gurunya antara lain : Zafar bin al-Hudail, Zakaria bin Abi Zaidah, Zamah bin Sholeh, Abi Khoisyamah Zuhair bin Mu’awiyah, Ziad bin Lahiq
Murid-muridnya antara lain: Imam al-Bukhari, Ibrahim bin Isyhaq, Al-Harbi, Ibrahim bin al-Khusain, Ahmad bin Ishaq, Ahmad bin al- Hasan, Ahmad bin Khalid.
Pendapat ulama :
·       Ibnu Hajar : ثقه ثبت
·       Ibnu Sa’d : ثقه مأمونا كان [15]
e.    Imam Bukhari
Nama lengkapnya yakni Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari al-Ju’fi. Beliau wafat pada tahun 256 H.
Guru-Gurunya antara lain: al-Fadl bin Dakin, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Khalid al-Wahabi, Abu Tsabit, Muhammad bin Kasir, Qutaibah bin Sa’id, Abdullah bin Yusuf at-Tunisi
Murid-muridnya antara lain: at-Tirmidzi, Ja’far bin Muhammad Al-Qattan, Muhammad bin Ziyad, Abu Bakar Abdullah bin Dawud, Ghafir bin Jarir.
Pendapat ulama :
·       Ibnu Hajar :  إمام الدنيا فى فقه الحديث
·       Muhammad bin Yusuf: Beliau berkata kepadaku, “Saya tidak menuliskan satu Hadits di dalam Shahih Bukhari, kecuali saya mandi sebelum itu dan shalat dua rokaat”.
·       Ja’far bin Muhammad al-Qattan berkata aku mendengar Muhammad bin Ismail berkata : “Aku telah menulis hadis dari 1000 guru lebih tak ada hadis yang kupunyai kecuali aku juga menyebutkan sanadnya”[16].
-          Ke dua, meneliti kata-kata (istilah/lambang periwayatan) yang menghubungkan antara para periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah berupa haddatsani, haddatsana, akhbarana, ‘an, anna atau kata-kata lainnya.[17]
Adapun kata-kata yang muncul dari Imam al-Bukhari untuk Abu Nu’aim adalah haddatsana,Abu Nu’aim untuk Zakaria sama haddatsana, juga zakaria untuk Amir berkata haddatsana, sedangkang Amir utuk Abdullah bin ‘Amr berkata sami’tu, dan Abdullah bin ‘Amr untuk Rasulullah berkata qaala.

Secara ringkas, hasil kritik sanad pemakalah dapat dilihat pada tabel berikut:
No.
Nama
Th. Wafat
Tingkatan
Status
Lmbang Riwayat
1
Abdullah bin ‘Amr
63/68 H
Sahabat
Sahabat
قَالَ
2
Amir
100 H
Tabiin
Tsiqah
سَمِعْتُ
3
Zakaria
147/148/149 H
Tabiin
Tsiqah
عَنْ
4
Abu Nu’aim
218/219 H
Tabi’ Tabiin
Tsiqah
حَدَّثَنَا
5
Imam Bukhari
256 H
Aakhidz T.T.
Mukhorrij
حَدَّثَنَا

Melihat rangkaian sanad hadis ini yang diriwayatkan Imam Bukhari melalui jalur Abu Nu’aim ini, kita dapat melihat beberapa varian dalam takhamul wal ada’ dari masing-masing perowi. Imam Bukhari menggunakan shigat حدّثنا kepada Abu Nu’aim begitu juga Abu Nu’aim kepada Zakaria. Lalu Zakaria kepada Amir menggunakan shigat عن, Amir kepada Abdullah bin Amr menggunakan shigat سمعت, dan Abdullah bin Amr kepada Rasulullah menggunakan shigat قال. Secara umum lambang-lambang tersebut masuk dalam kategori sama’ yang merupakan tingkatan pertama dalam tahammul wal ada’[18]. Hanya saja ada satu yang diperselisihkan para ulama, yakni ‘an.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hadits yang mengandung harf ‘an  adalah sanad yang terputus. Namun mayoritas ulama menilainya masuk pada al-sama’ dengan syarat tidak ada penyembunyian informasi (tadlis), dimungkinkan ada pertemuan antara guru dan murid, periwayat harus terpercaya, demikian tambahan malik bin Anas, Ibnu Abd. Al-Barr dan al-Iraqi[19]. Setelah melihat keadaan Zakaria yang tidak melakukan tadlis, kemudian melihat tahun wafat beliau dengan guru dan juga domisili mereka yang sama-sama di Kuffah, kemungkinan besar kduanya bertemu. Dan yang terakhir melihat pendapat para Ulama yang menyatakan bahwa Zakaria adalah orang yang terpercaya. Maka pemakalah menyimpulkan bahwa meskipun redaksi yang digunakan Zakaria adalah ‘an, tapi masuk pada penilaian sama’ yang otomatis ittishal antara beliau dengan sang guru.
Kemudian apabila dilihat dari tahun wafat masing-masing para perowi yang ada, di mungkinkan semasa, dan dilihat dari tempat wafatnya para perowi dapat bertemu dengan gurunya. Hal ini sesuai dengan syarat keshahihan hadis (isnad) yang ditetapkan Imam Bukhari yaitu disamping satu masa harus bertemu antara guru dan murid.
Akhirnya, berdasarkan data-data yang kami peroleh di atas, pemakalah menyimpulkan bahwa sanad hadits الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ yang diriwayatkan Imam al-Bukhori dengan jalur Abdullah bin ‘Amr yang diteruskan ‘Amir adalah Shohih Sanadnya.



2.    Matan
Setelah pemakalah dapati kesimpulan bahwa sanad hadits الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ berkwalitas shohih, maka pemakalah lanjutkan pada kriktik matan. Adapun langkah-langkah yang pemakalah lakukan adalah:
a.    Meneliti susunan matan.
Riwayat Bukhori
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Riwayat Muslim
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Riwayat Tirmidzi
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
Riwayat an-Nasa’i
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Riwayat Imam Ahmad
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Riwayat Ibnu Hibban
« المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده ، والمهاجر من هاجر ما نهى الله عنه »
Dari kelima perowi masing-masing dari tiga perowi yakni imam al-Bukhori, an-Nasa’i, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban matan yang diriwayatkan sama tidak ada. Namun untuk Imam Muslim berhenti pada وَيَدِهِ. Sedangkan at-Tirmidzi kelanjutan stelah الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ  bukanlah وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ akan tetapi وَالْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ.
Sehingga dari ketiga redaksi, pemakalah tidak menemukan pertentangan secara sighnifikan. Hanya saja perbedaan yang ada mempunyai arah yang berbeda, yakni penjelasan وَالْمُهَاجِرُ dan  وَالْمُؤْمِنُ . Namun kesemuanya mempunyai kesamaan titik pada batasan/pengertian المسلم.
b.      Menghadapkan matan hadits kepada kriteria keshahihan matan
Para ulama ahli hadits dalam menentukan kesahihan matan mempunyai kriterian yaang berbeda-beda. Ada yang banyak syarat, ada yang sedikit juga ada yang sedang (dalam pandangan pemakalah). Dalam makalah ini pemakalah mengambil kriteria Shalah ad-Dhin al-Idlibi, yakni :
1.      Tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an
2.      Tidak bertentangan dengan Sunnah yang tetap, juga tidak bertentangan dengan sirah nabawiyyah yang telah diakui ummat
3.      Tidak bertentangan dengan akal, bukti empirik dan kenyataan sejarah.[20]
Setelah menelaah hadits tersebut dan/dengan menelaah kitab syarah hadits yang menjelaskan  hadits tersebut di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa hadits tersebut shohih matannya, dengan alasan:
1.      Adanya hadits-hadits pendukung dengan hadits di atas, yakni tentang bagaimana pentingnya dan besarnya faedah menjaga lisan dari seorang muslim yang juga diriwayatkan Imam al-bukhori dari Abu Hurairah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ[21]
2.      Al-Qur’an juga menegaskan bagaimana kita menjaga perasaan sesama muslim melalui ayat
#sŒÎ)ur LäêŠÍhãm 7p¨ŠÅstFÎ/ (#qŠyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydrŠâ [22]
Dalam penafsirannnya, Fakhruddi ar_Razi menjelaskan bahwa meninggalkan  jawaban (tak menjawab) salam atau penghormatan merupakan suatu hinaan, sedangkan penghinaan itu adalah menyakitkan dan yang menyakiti itu haram.[23] Hal ini senada dengan bagaimana seorang muslim tidak boleh menyakiti orang muslim lain baik dengan tangan atau lesannya, sebagaimana hadits ini.
3.      Secara umum hal-hal yang merugikan itu tidak dibenarkan dalam agama termasuk menyakiti orang lain. Islam adalah agama yang damai menjunjung tinggi kedamaian dan kerukunan, tentu larangan menyakiti orang lain dapt diterima siapa saja secara logika. Sebagaimana logika yang dibangun ar-Razi di atas. Dan dalam kenyataan hidup berdampingan sesama anggota masyarakat yang bernegara, kita diatur agar tidak menganiaya orang lain, maka muncullah hukum yang mengancam tindak kekearasan, penganiayaan dan yang lainnya yang menyakiti dan merugikan orang lain.

E.   Penjelasan Makna
Dalam kitab Fath al-Baari, Ibn Hajar menjelaskan bahwa al yang terdapat dalam lafad al muslimu berfaedah lil kamaal (Kesempurnaan). Sehingga makna yang diperoleh adalah orang islam yang sempurna. Kemudian al-Khatthabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-muslimu dalam hadits ini adalah orang islam yang utama, yaitu orang islam yang menggabungkan hak-hak Allah dan hak-hak muslim lainnya. Hadits ini mengandung makna bahwa
1.    Tanda seorang muslim yang baik yang utama yaitu selamatnya orang-orang islam lain dari ‘kenakalan’ perkataan dan perbuatannya yang menyakitinya.
2.    Hadits ini mendorong ummt islam agar memperbaiki diri dihadapan Tuhan dengan memperbaiki pergaulannya dengan sesama manusia untuk berusaha tidak menyakiti orang lain.[24]

F.   Penutup

Demikian makalah dari kami. Segala kekurangan dan kesalahan mohon maaf dan mohon kritik untuk menuju yang lebih baik. Terimakasih atas segala perhatia, semoga bermanfaat, aamiin.





DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman Ahamd bin Syu’aib al-Nas’i, Sunan an-Nasa’i, dalam Maktabah Syamilah.
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih, Bukhari, Jilid 1, Kaero: Darul Hadits, 2004.
____________, Shahih Bukhari, dalam Mkatabh syamilah.
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, dalam Maktabah Syamilah
Al-Qur’an al-Karim.
Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib:Tafsir ar-Razi, dalam Maktabah Syamilah.
Ibnu Hajar al-Asqalani ,Tahdzib at-Tahdzib Fi Rijalil Hadis juz 3, Beirut : Daarul Qutb al-Ilmi, 2004.
____________, Tahdzib at-Tahdzib, dalam Maktabah Syamilah.
____________, Syarah Fathul Bari, dalam Maktabah Syamilah.
Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban, dalam Maktabah Syamilah.
Muhammad Ibn Surah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, dalam Maktabah Syamilah.
Muhamad Nurudin, Pengantar Ulumul Hadits (Kajian Filisifis), tt., tt.,
Muslim bin al-Hajjaj, Shohih Muslim, dalam Maktabah Syamilah.
Umma Farida, Naqd Al-Hadits, Kudus: STAIN Kudus, cet. 1, 2009.



[1] Muhamad Nurudin, Pengantar Ulumul Hadits (Kajian Filisifis), tt., tt., hlm. 162
[2] Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih, Bukhari, Jilid 1, Kaero: Darul Hadits, 2004, hlm. 11
[3] Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih, Bukhari, Jilid 2, hlm. 128 dalam Mkatabh syamilah
[4] Muslim bin al-Hajjaj, Shohih Muslim, juz 1, hlm. 149 dalam Maktabah Syamilah
[5]Muhammad Ibn Surah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz 9, hlm. 215 dalam Maktabah Syamilah
[6] Abdur Rahman Ahamd bin Syu’aib al-Nas’i, Sunan an-Nasa’i, juz 15, hlm. 148 dalam Maktabah Syamilah
[7] Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, juz 13, hlm. 266 dalam Maktabah Syamilah
[8] Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban, juz 1, hlm. 451 dalam Maktabah Syamilah
[9] Umma Farida, Naqd Al-Hadits, Kudus: STAIN Kudus, cet. 1, 2009, hlm.99.
[10] Syahid adalah periwayat yang bersetatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi, lihat ibid, hlm. 100
[11] Mutabi’ adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi, lihat ibid.
[12]  Ibnu Hajar al-Asqalani ,Tahdzib at-Tahdzib Fi Rijalil Hadis juz 3, Beirut : Daarul Qutb al-Ilmi, 2004, hal 587
[13] Ibid., hal 339-341
[14] Ibnu Hajar al-Asqalani Tahdzib at-Tahdzib, juz 3, hlm 330 dalam Maktabah Syamilah
[15] Ibid.,  juz 8, hal 275
[16] Ibid.,  juz 9, hal 52
[17] Umma Farida, Op.Cit. , hlm. 108
[18] Ibid., hlm. 44-45
[19] Ibid., hlm 57-58
[20] Ibid., hlm. 187
[21] Ibnu Hajar al-Asqalani, Syarah Fathul Bari, juz. 17, hlm. 161 dalam Maktabah Syamilah
[22] Al-Qur’an al-Karim Surah An-Nisa’ ayat 86
[23] Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib:Tafsir ar-Razi, juz 5 hlm. 314 dalam maktabah syamilah
[24] Ibnu Hajar al-Asqalani, Op.Cit., juz. 1, hlm. 53.

0 Comments

Bagaimana Pendapat Anda ?