Sabtu, 10 Januari 2015

0 NAQD AL-MATN DAN METODENYA


A.    Pendahuluan
1.    Latar Belakang
Dalam disiplin ilmu kritik hadits dikenal dua metode. Kritik ekstren (naqd al-khariji) dan kritik intern (inaqd ad-dakhili). Maksud dari kritik ektern ialah  kritik sanad. Yakni, jalur yang menyampaikan kepada sumber  riwayat yang terdiri dari sekumpulan perowi yang masing-masing mengambil riwayat dari perowi sebelumnya  dan menyampaikan kepada perowi setelahnya.  Sampai kepada yang mentakhrij hadits. (mukhorrrij).
Sedangkang kritik intern adalah kritik matan. Yang membahas dan meneliti redaksi matan hadits yang dari terbentuk makna-makna yang menjadi pesan dari Nabi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang kritik matan berikut metode yang ditempuh dalam kritik matan.

2.    Rmusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat pemakalah rumuskan pembahasan sebagai berikut:
a.    Bagaimana pengertian dan obyek studi naqd al-matn ?
b.    Bagaimana metode yang ditempuh dalam kritik matan ?

B.    Pembahasan
1.    Pengertian
Naqd al-matn terdiri dari dua kata yaitu naqd dan al-matn. Naqd adalah upaya membedakan antara hadits yang shahih dari hadits yang dhoif dan menetapkan status para perawinya dari segi kepercayaan dan kecacatannya. Sedangkan matn adalah kata-kata hadits yang dengannya terbentuk makna-makna.  Atau lebih luasnya matn merupakan cakupan atas segala iinformasi yang datang dari Rasulullah SAW terhadap sesuatu yang kemudian didapatkan ajaran Islam.
Naqd al-matn atau kritik matn adalah kritik intern hadits, yaitu meneliti matan hadits sebagai isi dalam diri hadits itu sendiri untuk membedakan antara hadits yang shahih dari hadits yang dhoif.

2.    Obyek
Obyek studi naqd al-matn diarahkan pada:
a.    Penelitian matan dengan melihat sanadnya
Sebelum melaksanakan kritik matan, yang terlebih dahulu dilakukan adalah meyakinkan bahwa teks matan tersebut memang benar-benar datang dari sumber yang dimaksud, yakni Rasulullah SAW.
b.    Redaksi atau susunan lafal berbagai matan yang semakna
Meneliti matan hadits tidak berhenti pada keadaan kata demi kata. Namun dalam kasus tertentu dibutuhkan terhadap beberapa redaksi matan yang semakna dan hanya cukup bila naqd tertuju pada kandungan berita yang bersangkutan.
c.    Subtansi atau kandungan matan.
Kesahihan matan hadits yang dihasilkan tidak hanya dilihat dari sisi bahasa saja, tetapi juga dilihat dari sisi yang mengacu kepada rasio, sejarah, dan prinsip-prinsip pokok dari ajaran Islam.

3.    Ilmu dan Pendekatan yang Diperlukan
Dalam aktifitas kritik matan diperlukan banyak cabang ilmu dan pendekatan. Adapaun ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam Naqd al-Hadits adalah:
a)    Ilmu ‘illah al-hadits. sebagaimana didefinisikan muhaddisin bahwa Ilmu ‘illah al-hadits adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahihan Hadits, seperti mengatakan muttasil terhadap hadits yang munqathi’, menyebut marfu’ terhadap hadits yang mauquf, memasukkan hadits ke dalam hadits lain dan hal-hal yang seperti itu.
b)    Ilmu an-nasikh wa al-mansukh. Dalam Hadits, yang dimaksud ilmu an-nasikh wa al-mansukh adalah membahas hadits-hadits yang berlawanan yang tidak memungkinkan untuk dipertemukan, karena materi yang berlawanan yang pada akhirnya terjadilah saling menghapus dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut mansukh dan yang datang kemudian dinamakan nasikh.
c)    Ilmu asbab al-wurud al-hadits. Suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.
d)    Ilmu gharib al-hadits. Menurut Ibn as-Shalah Ilmu gharib al-hadits adalah ungkapan dari lafadz-lafadz yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan hadits karena lafadz tersebut jarang digunakan.
e)    Ilmu at-Thashif wa at-Tahrif, yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah titik atau syakalnya  (Mushahahhaf) dan bentuknya (muharraf).
f)    Ilmu mukhtalif al-hadits, yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya dan menjelaskan hakikatnya.
Kemudian, berbagai pendekatan dan sarana yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a.    Pendekatan kebahasaan
Hal ini penting dilakukan karena Nabi SAW dalam menyampaikan berbagai hadits selalu dalam sebuah susunan yang baik dan benar. Pendekatan bahasa dalam penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadits yang bersangkutan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah, keindahan bahasa (balaghah) yang memungkinkan mengandung pengertian majazi (metaforis) sehingga berbeda dengan pengetian hakiki. Sebagai contoh adalah hadits yang bebentuk tashbih (alegory) yaitu hadits tengang persaudaraan atas dasar iman yang memiliki matan lebih dari satu dan berbeda lafadznya.
b.    Pendekatan historis
Yaitu memahami hadits dengan memperhatikan dan mengkaji situasi atau peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadits. Contohnya hadits tentang rajam, sebagai salah satu produk Islam yang sampai saat ini masih di anggap perlu diberlakukan menurut sebagian fuqoha. Penetapan hukum rajam hanya dijumpai dari hadits yang diberlakukan bagi pelaku zina mukhson. Hadits-hadits tersebut mempunyai banyak redaksi yang berbeda namun ketika dicermati lebih lanjut ditemukan dua bentuk rajam  yang secara material berbeda bila dilihat dari sudut pandang pelakunya yaitu pelaku zina mukhson dari kalangan muslim dan pelaku zina mukhson dari kalangan non muslim.
c.    Pendekatan sosiologis
Yaitu mengkritisi matan hadis dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan kondisi dan situsi masyarakat pada saat munculnya hadits. Sebagai contoh hadits tentang persyaratan keturunan quraisy bagi setiap imam atau kepala Negara. Mayoritas ulama menilai matan hadis ini secara tekstual ini berarti persyaratan keturunan quraisy menjadi suatu keharusan bagi orang yang menjadi kholifah. Pemberangkatan hal ini adalah dari peristiwa terpilihya Abu Bakar sebagai kholifah di saqifah bani saidah.
Namun jika demikan (pemimpin harus berasal dari kaum Quraisy) maka akan bertentangan dengan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa yang paling utama di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa. Maka mengutamakan suku Quraisy, melalui pendekatan sosiologis, akan terkemukakan bahwa sebagai ajaran yang bersifat temporal, karena hadits tersebut terikat dengan kondisi yang berkembang saat itu.
d.    Pendekatan sosio historis
Yaitu mengkritisi matan dengan mempertimbangkan sejarah sosial dan setting sosial pada saat dan menjelang hadits tersebut disabdakan. Sebagai contoh penerapannya adalah tentang larangan perempuan menjadi pemimpin.
e.    Pendekatan pesikiologis
Yaitu mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi psikologis Nabi dan masyarakat yang dihadapi Nabi ketika Hadits tersebut di sabdakan. Hal ini karenabagian hadits-hadits nabi disabdakan sebagai respon terhadap pertanyaan dan perilaku sahabat. Contohnya adalah hadits tentang amalan yang utama yang banyak jumlahnya dan beragam bentuknya. 

4.    Kaidah Keshohihan Matan
Banyak ulama’ telah merumuskan criteria kesahihan hadits. Namun prinsip pokok yang dipegangi oleh jumhur ulama sebagai berikut:
a.    Tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
b.    Tidak bertentangan dengan hadits mutawatir yang statusnya lebih kuat atau sunnah yang lebih masyhur atau hadits ahad
c.    Tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam
d.    Tidak bertentangan dengan sunnatullah
e.    Tidak bertentangan dengan fakta sejarah atau sirah nabawiyyah yang shahih
f.    Tidak bertentangan dengan indera, akal, kebenaran ilmiah atau sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.

5.    Metode Kritik Matan
a.    Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an
b.    Membandingkan antar hadits atau antara Hadits dengan sirah nabawiyyah
c.    Mengkonfirmasikan riwayat hadits denganrealita dan sejarah
d.    Mengkomparasikan hadits dengan rasio
e.    Membandingkan hadits-hadits dari berbagai murid seorang ulama
f.    Membandingkan pernyataan seorang ulama setelah berselang suatu waktu
g.    Perbandingan dokumen tertulis dengan hadits yang disampaikan dari ingatan.

6.    Langkah Kerja Kritik Matan
a.    Meneliti dan mengkeritisi Matan sesudah mengkritisi sanad
-    Kualitas matan tidak selalu sejalan dengan kualitas sanadnya, hal ini karena: telah terjadi kesalahan melaksanakan kritik matan, telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan kritik sanad, matan hadits yang bersangkutan telah mengalami perikwayatan secara makna yang ternyata mengalami kesalahfahaman.
-    Kaedah kesahehan matan sebagai acuan. Tidak sembarangan orang bisa melaksanakan kritik matan. 
b.    Mengkritisi teks matan
Kekeliruan yang bisa saja dialami oleh riwayat yang tsiqoh sekalipun dapat terjadi disebabkan lupa, salah paham, atau karena tidak tahu bahwa matan hadis yang bersangkutan telah berstatus mansukh oleh ayat ataupun hadis lain yang datang kemudian. Maka penting sekali melakukan mukoronah dalam mengkritisi teks matan. Metode mukoronah tidak hanya ditunjukkan pada matan-matan saja tetapi juga kepada masing-masing sanadnya.
Dengan menempuh metode mukoronah dapat diketahui apakah terjadinya perbedaan lafad pada matan masih dapat ditoleransi atau tidak. Melalui metode mukorronah juga dapat diketahui kemugkinan adanya dua hal yang dapat berpengaruh pada kedudukan matan yang bersangkutan khususnya dalam kehujahannya., yaitu:
1.    Ziyadah.
Ziyadah menurut bahasa berarti tambahan. Sedangkan dalam ilmu hadis ziyadah pada matan adalah tambahan lafadz ataupun kalimat (pernyattan yang terdapat pada matan, tambahan itu dikemukakan periwayat tertentu, sedangkan periwayat tertentu lainnya tidak mengemukakannya. Ziyadah ada tiga macam
-    Ziyadah yang berasal dari periwayat tsiqoh yang isinya bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang bersifat sikoh juga. Ziyadah tersebut ditolak dan termasuk hadis syadz
-    Ziyadah yang berasal dari periwayat yang tsiqoh yang isinya tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh periwayat yang bersifat tsiqoh juga. ziyadah ini diterima.
-    Ziyadah yang berasal dari periwayat yang tsiqoh berupa sebuah lafadz yang mengandung arti tertentu sedang periwayat lainnya bersifat sikoh tidak mengemukakannya. Ziadah ini diperselisihkan para ulama ada yang menolaknya ada yang menerimanya da nada yang mengharuskan diadakan tarjikh sebelum diterima atau ditolak.
2.    Idrojh
Idrojh adalah memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat kedalam suatu matan yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyatan itu berasal dari nabi karena tidak adanya penjelasan dalam matan hadis. Bedanyan dengan ziadah adalah jika idrojh berasal dari diri periwayat sedangkan ziadah merupakan bagian tak terpisahkan dari matan hadis nabi. Hadis yang mengandung idhroj disebut hadis mudhroj.
c.    Mengkritik kandungan matan
1.    Membandingkan kandungan matan atau yang sejalan atau tidak bertentangan ada tujuh metode dalam membandingkan matan:
a)    Mengkomparasikan hadis dengan Al-qur’an
b)    Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyyah
c)    Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita, medis, dan sejarah
d)    Menkomparasikan hadis dengan rasio
e)    Membandingkan hadis dari berbagai murid dari seorang ulama
f)    Membandingkan pernyataan seorang ulama setelah berselang sewaktu-waktu
g)    Perbandingan dokumen tertulis dengan hadis yang disampaikan dari ingatan 
2.    Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau Nampak bertentangan
Jika terjadi demikian peneliti dituntut mampu menggunakan pendekatan-pendekatan yang sah dan tepat yang dikehendaki kandungan matan yang bersangkutan. Istilah yang diberikan ulama hadis dalam menyebut kandungan matan yang bertentangan adalah mukhtalif al hadis, mukhtalaf al-hadis, atau at taarut. Ketiga istilah tersebut mengacu pada satu pendapat bahwa hadis-hadis yang tampak bertentangan harus diselesaikan sehingga hilanglah pertentangan itu.
Adapun cara penyelesaiannya pada umumnya para ulam berpegang pada empat langkah:
a)    Al-jam’u yakni mengkompromikan maksud hadis-hadis yang tampak berlawanan sehingga sama-sama dapat diamalkan
b)    At-Tarjikh yaitu penelitian untuk mencari petunjuk yang memiliki argument yang kuat
c)    An-Nasikh wa al mansukh yaitu melacak hadis yang mana yang menghapus petunjuk hadis yang lainnya
d)    At-Tawakuf yakni menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang menyelesaikannya.
d.    Menyimpulkan hasil studi kritik matan
Menyimpulkan penelitian matan harus didasarkan pada argument-argumen yang jelas yang disampaikan sebelum atau sesudah diajukan natijjah kesimpulan. Apabila matan yang diteliti ternyata shohih dan sanadnya juga shohih, maka dalam natijah dapat disebutkan bahwa hadis yang diteliti berkualitas shohih. Apabila matan dan snadnya berkualitas shohih maka dalam natijah disebutkan bahwa hadis yang diteliti doif. Apabila matan dan sanad berbeda kualitasnya maka perbedaan tersebut harus dijelaskan .
 
C.    Penutup
1.    Simpulan
•    naqd al-matn atau kritik matn adalah kritik intern hadits, yaitu meneliti matan hadits sebagai isi dalam diri hadits itu sendiri untuk membedakan antara hadits yang shahih dari hadits yang dhoif.
•    Obyek studi naqd al-matn diarahkan pada: penelitian matan dengan melihat sanadnya, redaksi atau susunan lafal berbagai matan yang semakna, subtansi atau kandungan matan.
•    Langkah-langkah yang ditempuh dalam kritik matan adalah: mengkritisi sanad, mengkritisi teks matan, mengkritik kandungan matan, membandingkan kandungan matan atau yang sejalan atau tidak bertentangan, membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau nampak bertentangan, dan menyimpulkan hasil studi kritik matan.

2.    Kata Penutup
Demikianlah makalah kami yang sedikit banyak membahas naqd matn beserta metode dan langkah kerjanya. Segala kekurangan mohon maaf dan mohon koreksi. Terimaksih, semoga bermanfaat, aamiin.


Daftar Pustaka

Suryadi dan Muh. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits¸Yogyakarta: Teras, cet 1, 2009.
Umma Farida, Naqd Al-Hadits, Kudus: STAIN Kudus, 2009.

0 Comments

Bagaimana Pendapat Anda ?