MENGENAL MAJMA’ AL-BAYAN FI TAFSIR AL-QURA’AN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya berbagai macam corak penafsiran dalam memaknai al-Qur’an adalah suatu bukti bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang kaya akan makna. Keanekaragaman penafsiran yang muncul karena dilatarbelakangi oleh siapa penafsirnya, dimana dia tinggal dan bagaiamana beground keilmuan yang dimiliki mufassir yang sudah semestinya harus menguasai ilmu-ilmu yang harus dimiliki seorang mufassir.
Seiring perkembangan zaman dunia islam yang menghantarkan juga pada perkembangan ilmu-ilmu Islam juga mempengaruhi corak penafsiran. Maka tidak heran jika lahir beberapa corak tafsir yang beraneka ragam, diantara yang kita pelajari dalam madzahib tafsir di semester lalu, kita telah dikenalkan tafsir corak fiqih, teologis, sufistik, falsafi, dan ‘ilmi.
Ada juga corak tafsir yang bisa dikatakan unik karena penafsiran ini kenamaannya bukan karena pengaruh cabang keilmuan tertentu. Oleh karena Corak penafsiran ini dipengaruhi oleh salah satu aliran dalam dunia Islam, yaitu aliran Syi’ah. Sebagaimana kita tahu aliran yang merupakan rival/lawan utama dunia Suni. Dan dalam makalah ini kita akan mencoba mengenal salah satu kitab tafsir yang bercorak penafsiranya dipengaruhi Syi’ah, yaitu kitab Majma’ al-Bayan li Ulum al-Qura’an karya Abu Ali al-Fadlal bin al-Hasan al-Thabarsi (w. 538 H).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat pemakalah rumuskan permasalahan yang kita bahas sebagai berikut:1. Bagaimana Biografi Muallif Tafsir Majma’ al-Bayan, karya-karya dan kedudukan intelektualnya ?
2. Bagaimana gambaran Tafsir Majma’ al-Bayan itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muallif Tafsir Majma’ al-Bayan, Karya-Karya dan Kedudukan Intelektualnya
1. Biografi at-Thabarsi
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Fadll bin al-Hasan al-Thabarsi al-Masyhadiy at-Thusi as-Sibzawari ar-Ridhowi atau al-Masyhadi. Beliau hidup sampai umur 90 tahun, dilahirkan di Thobaristan tahun 462 H, menetap di Masyhad sampai tahun 523 H, kemudian pindah ke Sibzawar sampai akhirnya wafat di sana. Mengenai kapan tepatnya beliau wafat, ditemukan perselisihan, ada yang mengatakan 561 H juga ada yang mengatakan beliau wafat pada malam Idhul Adha tahun 548 H. Keberadaan makam beliau juga diperselisihkan, ada yang mengatakan di qotlakah juga ada yang mengatakan di Thous yang terkenal dan diziarahi.
Beliau adalah seorang ulama terpandang di masanya, beliau menjadi rujukan ulama lain pada saat itu, terkenal dengan budi pekerti yang luhur. Bukan Cuma ahli di bidang tafsir, tetapi ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu fiqih dan hadits juga dikuasainya sehingga sematan al-‘Alim, Al-Mufassir, Al-Faqiih, Al-Muhaddits, Al-Jalil, As-Tsiqqoh, Al-Kaamil dan An-Nabiil disandang oleh beliau.
Putra beliau: Radliy al-Din Abu Nashar Hasan bin al-Fadhl, cucu beliau Abu al-Fadhl Ali bin al-Hasan, dan keturunannya yang lain menjadi ulama yang besar. Murid-muridnya adalah putranya Radliy al-Din Abu Nashar Hasan bin al-Fadhl, Ibn Syhr Asyuub, Syeh Muntakhab al-Din, Qutub al-Rawandi dan lain-lain.
Sedangkan guru-guru beliau adalah: Syeh Abu Ali al-Thusiy, Syekh Abi Wafa’ Abdul Jabbar bin Ali Al-Muqri’ Ar-Razi, Syekh Al-Ajal Al-Hasan bin bin Al-Husain bin Al-Hasan bin Babaweh Al-Qummi Ar-Razi, Syekh Imam Muwaffaq din bin Al-Fath Al-Wa’idh Al-Bakr Abadi, Sayyid Abi Thalib Muhammad bin Al-Husain Al-Husaini Al-Jarjani, Syekh Al-Imam As-Sa’id Az-Zahid Abi Fath Abdillah bin Abdil Karim bin Hauzan Al-Qasyiri,Syekh Abil Hasan Ubaidillah Muhammad bin Hasan Al-Baihaqi.
2. Karya-karya al-Thabarsi
Karya-karya al-Thabarsi adalah: kitab Majma’ al-Bayan fi Tafsiri al-Qur’an, al-Wasit fi al- Tafsiri terdiri empat jilid, al-Wajiz, I’lam al-Wara bi a’lam al-Huda 2 jilid, Taj al-Mawalid dan al-Adab al-Diniyah..
3. Kedudukan Intelektual
At-Thabarsi merupakan termasuk pembesar Ulama’ Imamiyyah (syi’ah) pada abad ke enam hijriyyah. Kemudian di jelaskan dalam at-Tafsir wal Mufassiruun, Shohibu Majalisil Mu’minin menjelaskan bahwa, at-Thabarsi disebut sebagai ‘umdatul mufassiriin (tempat sandaran para mufassir). Beliau adalah termasuk golongan ulama yang condong pada ilmu tafsir.
B. Mengenal Tafsir Majma’ al-Bayan li ulum al-Qura’an
Kitab Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an juga disebut Majma’ al-Bayan li ‘Ulum al-Qur’an. Kitab ini disandarkan pada Kitab al-Bayan susunan syekh Muhammad bin al-Hasan bin Ali at Thousi. Bahkan disesuaikan dalam urutan-urutannya, bab-babnya, cabang-cabang ilmu di dalamnya termasuk fikih sebagaimana at Thousi sebutkan.
Kitab ini termasuk kitab tafsir terbaik dilihat dari susunannya yang mana selesai disusun pada pertengahan Dzul Qo’dah tahun 536 H sebagaimana disebutkan dalam mukaddimahnya. Sedangkan dalam At-Tafsir wa al-Mufassirun, Majma’ al-Bayan ini selesai disusun pada pertengahan Dzul Qo’dah tahun 534 H .
Kitab ini kental sekali dengan analisis bahasa bahkan sangat luas, termasuk kita akan temui pembahasan ilmu ma’ani al lughawiyah untuk mufradadnya. Selain itu juga disebutkan asbabun nuzul, nasikh mansukh, qiro’at, hukum-hukum fikih yang terkandung dalam ayat disertai pendapat ulama salaf dan para pendahulu dari ulama khalaf.
Merujuk pada kajian yang dilakukan Rosihon Anwar sebagaimana dikutip H. Mawardi Abdullah, Lc. M.Ag Dalam sebuah makalahnya, bahwa secara umum, corak al-Thabrasi sama dengan corak tafsir ulama Syi’ah pada umunya yaitu tafsir simbolik (menekankan pada aspek batin al-Qur’an). Dalam khazanah Ulum al-Qur’an, tafsir seperti ini biasa dikenal dengan tafsir bathini. Sedangkan Al-Dzahabi menyebut tafsir simbolik dengan ungkapan al-tafsir al-ramzi, sedangkan Habil Dabashi menggunakan istilah tafsir esoterik.
Sejarah
Yang melatar belakangi al-Thabarsi untuk menulis kitab Majma’ al-Bayan li Ulum al-Qura’an adalah kejadian aneh, yaitu menurut sebuah cerita pada suatu ketika al-Thabarsi mengalami kaku disekujur tubuh sehingga orang-orang disekitarnya menganggapnya mati, setelah dimandikan, dikafani dan dikebumikan, beliau sadar dari rasa kaku tersebut, dan berusaha keluar dari dalam kubur, dan berjanji kepada Allah SWT. kalau diselamatkan dari musibah itu dia akan mengarang sebuah kitab dalam ilmu tafsir. Setelah beberapa hari di dalam kuburan, datanglah orang-orang untuk menggali kuburnya dan mengeluarkan al-Thabarsi dan memapahnya pulang kerumah.
Adapun hal-hal lain diluar janji beliau yang mendorong beliau menyusun kitab tafsir ini adalah:
- Terinspirasi kitab at-Tibyan karya Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan at-Thousi
- Memenuhi permintaan Maulana al-Amir Muhammad bin Yahya bin Hibatulloh al-Husain
Dilihat dari segi metodologi penafsiran al-Qur’an, tafsir Majma’ al-Bayan dikatogerikan tafsir tahlili, Karena At-Thobarsi menafsirkan al-Qur’an ayat demi ayat sesuai dengan tertib ayat dan surat dalam mushaf al-Qur’an mulai dari awal surat al-Fatichah sampai akhir surat an-Nas.
Dilihat dari segi nau’nya (bentuk), Tafsir Majma’ al Bayan termasuk jenis kategori tafsir bir ro’yi, dimana dalam menafsirkan ayat beliau menggunakan hasil pemahaman mufassir. Sedangkan adanya ayat ayat yang berkaitan, hadits-hadits yang ada dan beberapa pendapat difungsikan sebagai hujjah atau penguat atas pendapat yang dikeluarkan dalam menafsirkan. Sebagaimana diterangkan dalam at-Tafsir wa al-Mufasirun, dalam tafsir Majma’al-Bayan juga terdapat banyak hadits maudlu’ juga cerita isroiliyyat..
Sedangkan dilihat dari laun/coraknya, Tafsir Majma’ al-bayan ini termasuk laun loghowi. Bahkan dalam taqdimnya, tafsir ini digolongkan kitab untuk rujukan I’rob al-Qur’an, hal ini desebabkan memuatnya semua aspek kebahasaan untuk membedah ma’na al-Qur’an khususnya bahasan I’rob ayat-ayat al-Qur’an .
Teknik Penafsiran
Sebelum menafsiri ayat-demi ayat, surat demi surat, terlebih dahulu pada mukaddimah Majma’ al-Bayan li ulum al-Qura’an, al-Thabarsi menjelaskan ilmu-ilmu al-Qur’an yang dibagi menjadi tujuh bab:
- Menjelaskan bilangan ayat dalam al-Qur’an dan Urgensi mempelajarinya
- Menjelaskan Masalah Qira’at dan ulama-ulama Qurra’
- Menjelaskan masalah Tafsir, ta’wil dan lain-lain.
- Menjelaskan al-Qur’an dan arti-artinya
- Menjelaskan Ulum al-Qur’an seperti I’jaz, ayat-ayat al-Qur’an bisa ditamabah atau dikurangi.
- Menjelaskan akbar-akhbar (Hadits-hadits) yang ada kaitanya dengan keutamaan al-Qur’an
- Menjelaskan anjuran-anjuran bagi pembaca al-Qur’an
Baru kemudian dengan menafsirkan al-Qur’an, memulai dari ta’awuzd, basmalah, surat al-Fatihah dan seterusnya.
Dalam kitab Tafsir Majma’ al-Bayan li ulum al-Qura’an At-Thabarsi menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
- mengawali tiap-tiap surat dalam al-Qura’an dengan menyebut surat identitas setiap surat apakah makkiyah atau madaniyah,
- kemudian menjelaskan perbedaan pendapat ulama masalah bilangan ayat-ayat al-Qur’an dalam surat itu, menjelaskan juga perbedaan ulama masalah qira’at,
- menjelaskan analisis bahasa berkaitan dengan makna lafadz atau kalimat, menjelaskan I’rob dan kemusykilannya. Sebagai contoh dalam menjelaskan :
Bahwa keduanya merupakan sighot mubalaghoh yang diambil dari kata رحمة yang berarti نعمة . akan tetapi waz an fa’laanun lebih kuat dari pada fa’iilun. Beliau juga mriwayatkan dari Abi Ubaidah bahwasannya
- kemudian menjelaskan illat dan hujah masing-masing, menjelaskan Asbab al-nuzl, I’rab, ma’ani, hukum, kisah-kisah dan korelasi runtun ayat,
Rohmaan berarti mempunyai rahmat, sedangkan .Rohiim berarti Dzat yang Merahmati. Diulang-ulangnya dua lafadz yang berasal dari satu sumber adalah untuk menguatkan.
1. Prinsip Imamah
Dalam menafsirkan ayat ke-55 surat al-Maidah
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Ayat ini dijadikan dalil atas keharusan/penetapan Sayyidina Ali sebagai kholifah setelah nabi wafat tanpa adanya penhalang. Pengertian wali dalam ayat di atas, menurut al-Thabarsi , adalah ‘yang lebih berhak’ atau ‘yang lebih utama,’ yaitu Ali. Juga, yang dimaksud wa al-ladzina amanu adalah Ali KW. Maka, ayat ini ditujukan kepada Ali kw. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits bahwa, yang menceritakan Sayyidina Ali memberikan cincin saat sholat sebagai tafsiran.
Namun dalam kitab Minhajji Sunnah juz 4 halaman 3-9 Sebagaimana dkutip Adz-Dzahabi bahwa Ibnu Taimiyyah menentangnya dengan argumen bahwa hadits itu mudhu.
2. Ma’shumnya Imam-imam
Dalam menafsiri ayat ke-33 surat al-ahzab
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Imam-imam yang ada dalam syi’ah semuanya adalah ma’shum atau bersih dari dosa seperti para nabi. Argumennya didasarkan pada lafadz innamaa yang menetapkan isi kandungan dari kalimat setelah innamaa. Maka dalam ayat tersebut yang dikehendaki suci oleh Allah dari segala kotoran dosa adalah ahlu bait. Ketetapan sucinya ahli bait dimaknai sebagai ma’shumnya semua imam dari segala keburukan/perilaku dosa, sedangkan yang bukan ahli bait tidak ma’shum atau tidak terjaga dari perbuatan dosa.
3. Dalam masalah fikih, kentara sekali bahwa at-Thobarsi dalam menafsirkan ayat-ayat fikhiyyah condong pada madzhab syi’i, sebagai contoh nikah mut’ah. dalam imamiah 12 diperbolehkan nikah mut’ah, mereka tidak mengenal penghapusan diperbolehkannya nikah mut’ah. maka at thobarsi dalam menafsiri ayat ke-24 surat an- nisaa’
Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka, sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana
Dari hasan dan mujahid dan ibnu zahid diperoleh makna bahwa, dan maka apa yang telah kamu ambil kenikmatan dari wanita-wanita dengan menikahinya maka berikanlah mahar mereka. Dikatakan bahwa yang dimaksud adalah nikah mut’ah yaitu nikah dengan menggunakan mahar tertentu sampai batas waktu.
4. Dalam akidah, at- Thobarsi selaras dengan akidah nya orang mu’tazilah hal ini dapat kita lihat dalam tafsir ra’yinya yang berhubungan dengan melihat Allah di surga. Berkenaan surat al- Qiyamah ayat 22-23
At-Thobarsi berpendapat sebagaimana orang mu’tazilah bahwa manusia tidak akan bisa melihat Allah besok di akhirat atau di surga.
Meskipun demikian at thobarsi termasuk orang yang tengah-tengah dalam bersikap sebagai orang syi’ah dan tidak ekstrim seperti yang lain. Hal ini dibuktikan Dia tidak mengkafirkan sahabat atau tidak mengakui keadalahan sahabat.
Kembali merujuk pada makalah H. Mawardi Abdullah, Lc., M.Ag., adasatu kelebihan dari metode tafsir yang digunakan al-Thabarsi. Dengan menggunakan metode takwil, al-Thabarsi mempunyai perhatian lebih kepada makna batin al-Qur’an. Walaupun harus diperhatikan, bahwa banyak takwil mereka yang cenderung arogan. Hal ini berbeda dengan metode tafsir yang berkembang di dunia Sunni, yang cenderung literal dan skriptualis. Sehingga penafsiran al-Qur’an di dunia Sunni kurang memperhatikan aspek batin al-Qur’an yang merupakan pesan al-Qur’an yang sebenarnya. walaupun harus diperhatikan, bahwa banyak takwil mereka (syi'ah) yang cenderung arogan dan tidak mengindahkan aturan-aturan takwil dalam khazanah ‘Ulum al-Qur’an. Takwil yang mereka pakai hanya didasarkan pada kepentingan mereka mencari justifikasi untuk mendukung pandangan madzhabnya. Akibatnya, makna al-Qur’an sering mereka selewengkan demi kepentingan madzhabnya. Sehingga, alih-alih mereka mencari makna batin al-Qur’an, malah makna al-Qur’an mereka selewengkan begitu jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ali al-Fadll bin al-Hasan ai-Thabarsi, Majma' al-bayan fi Tafsir al-Qur'an, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997, juz. 1.
_________________________________________t.tp: Dar al-Ma'rifah, tt., juz. 1.
Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kaero: Daar al-Hadits, Juz II.
Mawardi Abdullah Makalah: Majma’ al-Bayan li Ulum al-Qura’an dalam http://muhyi414.blogspot.com/2012/10/majma-al-bayan-li-ulum-al-quraan.html
0 Comments
Bagaimana Pendapat Anda ?