Sabtu, 28 Februari 2015

2 KITAB AL-MUWATTA’ IMAM MALIK




A.  Pendahuluan
Dalam hazanah studi kitab hadits, Kitab Al-Muwatta’ meskipun tidak masuk dalam kumpulan Kutubus Sittah al-Mu’tabarah, namun keberadaannya juga penting. Al-Muwatta’ lahir dan menghimpun banyak hadits lebih dahulu sebelum dua kitab monumental Shohihain Bukhori Muslim. Dalam makalah ini sedikit banyak kita akan mengenal Kitab Al-Muwatta’ dan Penyusunnya Syaikh Al-Imam Malik bin Anas RA.

B.  Rumusan Masalah
Adapun pokok pembahasan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana Biografi Imam Malik ?
2.    Bagaiman gambaran Kitab Al-Muwatta’ ?

C.  Pembahasan
1.    Sekilas Biografi Imam Malik
Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amr ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Dari penuturan namanya dapat kita ketahui bahwa kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya tidak hanya al-Abahi, dan al-Madani, namun juga al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah dan al-Humairi menjadi laqab yang diberikan kepada beliau. Dilihat dari nasabnya, silsilahnya sampai pada tabi’in besar (Malik) dan Kakek buyut (Abu Amr) seorang sahabat yang selalu mengikuti dalam peperangan pada masa Nabi.[1]
Imam malik di lahirkan di kota Madinah pada tahun 93 H, ada yang mengatakan 94 atau 97 H dan meninggal thun 179 H. Ayahnya bernama Anas bin Malik yang bukan sahabat Nabi namun seorang tabiin, sedang ibunya bernama Aliyah binti Suraik. Pekerjaan sang ayah adalah sebagai pembuat panah. Sedang kakeknya yang mempunyai kunyah Abu Anas adalah tabi’in besar yang banyak meriwayatkan hadits dari Umar, Thalhah, Aisyah, Abu Hurairah dan Hasan bin Abi Sabit; termasuk penulis mushaf Usmani serta termasuk orang yang mengikuti penaklukan Afrika pada masa Kholifah Usman[2].
Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-laki; Muhammad, Hammad dan Yahya dan seorang anak perempuan; Fatimah yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin[3].
Setting sosial
Imam Malik semasa hidupnya sebagai pejuang demi agama dan umat islam seluruhnya. Beliau dilahirkan pada pemerintahan Al-Wahid bin Abdul Malik Al-Umawi dan meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid domasa pemerintahan Abassiyah. Zaman hidup imam malik sama dengan Abu hanifah.
Semasa hidupnya imam malik mengalami dua corak pemerintahan.,Ummayah dan Abbassiyah dimana terjadi perselisihan hebat diantara kedua pemerintahan tersebut. Dimasa itu pengaruh ilmu pengetahuan Arab, Persi, dan Hindi tumbuh subur dikalangan masyarakat pada waktu itu.
Beliu juga dapat melihat perselisihan antara pro-Abbassiyah dan pro-‘Alwiyyin dan juga orang Khawarij, dan juga perselisihan antara golongan syi’ah dan golongan Ahli-Sunnah dan Orang  khawarij. Disamping itu pula beliau menyaksikan percampuran antar bangsa dan keturunan yaitu orang Arab , Persi, Rom, dan Hindi.
Bermacam-macam pula perubahan yang terjadi, seperti dibidang pertanian, perniagaan, pertukangan dan macam-macam corok kehidupan yang mana semuanya menggunakan dalih yang menurut kacamata agamadan hukum-hukum fiqih inilah permulaan penyusun ilmu hadist, fiqih dan masalah ilmu-ilmu hukum.[4]
Adalah Madinah,  tempat hijrah Rasulullah SAW,  tempat turunnya semua hukum syariat (kecuali masalah akidah dan shalat),  disanalah Nabi memerintah di tengah kaum muslimin,  menegakkan keadilan,  memutuskan perkara,  dan mendirikan pemerintahan yang pertama di antara orang-orang yang beriman,  yang kemudian dilanjutkan oleh 3 khalifahnya yang pertama (Abu Bakr, Umar, Ustman).  Akibat ketidakstabilan kondisi politik negara,  Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah. Di masa dinasti Umayyah,  banyak dari para tabi'in yang menyingkir ke Madinah menghindari kesewenang-wenangan rezim pemerintah. Mereka lebih memilih berada disamping kubur Rasul,  membuka majlis Ilmu di masjid Nabi,  dan membantu menerangkan perkara-perkara agama kepada masyarakat.
Madinah bukanlah satu-satunya tempat tersebarnya ilmu hadist dan fikih, akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa disanalah terdapat sumber ilmu-ilmu tersebut,  karena di Madinah lah ribuan sahabat dan tabi'in tinggal,  para ulama terkemuka banyak mengamalkan ilmunya,  serta para agamawan besar yang terus 'stand by' memecahkan berbagai persoalan umat.  Dari sekian banyak para agamawan terkemuka yang tinggal dan mengajar di Madinah pada masa tabiin,  terdapat 7 orang ulama yang dipandang mempunyai andil paling besar dalam mengajarkan ilmu dan menyebarkan hadits Rasulullah yang masyhur dengan sebutan "Fuqaha as-Sab'ah",  mereka adalah  :Sa'id bin Musayyab, Urwah bin Zubaer bin Awwam, Abu Bakr bin Abdurrahman bin Harits, Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakr, Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, Sulaiman bin Yassar dan Kharijah bin Zaid bin Tsabit.
Masa peralihan kekuasaan kepada dinasti Abbasiyah adalah saat-saat kekacauan politik mencapai puncaknya. Perebutan kekuasaan antara dua dinasti telah mengakibatkan perang saudara yang berkepanjangan dan memakan banyak korban tak berdosa.  Melayangnya ribuan nyawa kaum Muslimin dengan sia-sia menjadikan hati Malik tersyat dan tidak pernah sudi merestui kejadian ini. Dari sini ia mulai berpikiran bahwa kemaslahatan umat harus dikedepankan, ia mengeluarkan fatwa yang mengecam segala bentuk gerakan separatis dan pemberontakan menentang kekuasaan, walaupun penguasa tersebut lalim.
Disamping aktif mengeluarkan fatwa yang menentang penggulingan kekuasaan yang sah, Malik juga rajin mendatangi para penguasa untuk menasehati dan memberikan petuah bijak kepada mereka.  Kedekatannya dengan penguasa ini berlangsung baik di masa pemerintahan bani Umayyah maupun Abassiyah. Bahkan tercatat, Malik bin Anas pernah menerima hadiah 3000 dinar dari khalifah Harun al-Rasyid.  Dengan sikap seperti itu, Malik pun menjadi ulama yang sangat disukai oleh para penguasa, karena dapat memuluskan langkah mereka untuk melanggengkan kekuasaan daripada kebanyakan ulama lain yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah. Pun demikian, Malik memandang perbuatannya ini tidak lain hanyalah untuk kebaikan umat yang terlalu lama menanggung penderitaan akibat perebutan kekuasaan di tingkat elite pemerintah.
Semakin meluasnya kekuasaan pemerintah islam di masa itu – membentang dari Spanyol di sebelah barat hingga perbatasan Cina di sebalah timur - mengakibatkan persoalan yang dihadapi umat semakin pelik. Persentuhan antara agama dan peradaban islam dengan budaya setempat di negeri jajahan pun tak terelakkan. Untuk pertama kalinya teks-teks suci keagamaan harus beradaptasi dengan setting sosial-budaya kawasan taklukkan yang cukup bervariasi.  Persinggungan budaya seperti ini menyebabkan semakin bervariasinya penafsiran teks keagamaan. [5]

Guru-gurunya
Imam Malik pernah belajar kepada 900 guru. 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 orang dari kalangan tabiit tabiin. Menurut Amin al-Khulli sebagaimana dikutip Nurun Najwa, diantara guru-gurunya yang terkemuka adalah :
1)   Rabiah al-Ra’yi bin Abi Abdurrahman Furuh al-Madani (w. 136 H)
2)   Ibnu Hurmuz Abu Bakar bin Yazid (w. 147 H)
3)   Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H)
4)   Nafi’ ibn Surajis Abdullah al-Jaelani (w. 120 H)
5)   Ja’far Sadiq ibn Muhammad ibn Ali al-Husin ibn Abu Talib al-Madani (w. 148 H)
6)   Muhammad ibn al-Munkadir ibn al-Hadiri al-Taimy al-Qurasyi (w. 131 H)[6]
Murid- muridnya
Murid-murid Imam Malik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok:
1)   Dari kalangan Tabi’in diantaranya Sufyan al-Sauri, al-Lais bin Sa’id, Hammad ibn Zaid, Sufyan ibn Uyainah, Abu Hanifah, Abu yusuf, Syarik ibn Lahi’ah, dan Ismail ibn Khatir
2)   Dari kalangan Tabi’it-tabi’in adalah al-Zuhri, Ayub al-Syahkhtiyani, Abul Aswad, Rabi’ah ibn Abd al-Rahman,  Yahya ibn Sa’id al-Ansari, Musa ibn ‘Uqbah dan Hisyam ibn ‘Urwah.
3)   Bukan Tabi’in : Nafi’ ibn Abi Nu’aim, Muhammad ibn Aljan, Salim ibn Abi ‘Umayah, Abu al-Nadri, Maula Umar ibn Abdullah, al-Syafi’I dan Ibn Mubarak.[7]
Karya-karyanya
Diantara karya-kaya Imam Malik adalah:Al-Muwatta’, Kitab ‘Aqdiyah, Kitab Nujum Hisab Madar al-Zaman, Manazil al-Qamar,Kitab Manasik, Kitab Tafsir li Garib Al-Qur’an, Ahkam al-Qur’an, Al-Mudawanah al-Kubra, Tafsir al-Qur’an, Kitab Masa’ Islam, Risalah Ibn Matruf Gassan, Risalah ila al-Lais, Risalah ila ibn Wahb.
Namun, dari beberapa karya tersebut, yang sampai kepada kita hanya dua yakni, al-Muwatta’ dan al-Mudawanah al-Kubra.[8]

2.    Mengenal Kitab Al-Muwatta’

a.    Latar Belakang Penyusunan
Ada beberapa versi yang mengemukakakan tentang latar belakang penyususnan al-Muwatta’. Menurut Noel J. Coulson, problem politik dan sosialkeagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi politik yang penuh konflik pada masa transisi daulah Umayyah – Abbasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar ( Khuwarij, Syi’ah-keluarga istana ) yang mengancam integritas kaum muslimin. Disamping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash disatu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik.[9]
Versi lain menyatakan, penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan khalifah Ja’far al-Manshur atas usulan Muhamman bin al-Muqaffa yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu dan mengusulkan kepadanya kholifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak.Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum sebagai kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab resmi Negara.[10]
Sementara versi yang lain, disamping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Manshur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan ummat Islam memahami agama.
b.    Penamaan Kitab
Tentang penamaan kitab al-Muwatta’ adalah orisinil dari Imam Malik sendiri. Hanya saja tentang mengap kitab tersebut dinamakan al-Muwatta’ ada beberapa pendapat yang muncul
1)   Sebelum kitab itu disebarluaskan Imam Malik telah menyodorkan karyanya ini di hadapan 70 ulama fiqih Madinah dan mereka menyepakatinya
2)   Penamaan al-Muwatta’ dikarenakan kitab tersebut “memudahkan” khalayal umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas dan beragama.
3)   Penamaan kitab al-Muwatta’ dikarenakan kitab al-Muwatta’ merupakan perbaikan terhadap kitab fiqh sebelumnya.

c.    Isi Kitab
Kitab ini menghimpun Hadits-hadits Nabi, pendapat Sahabat, qaul tabi’in, Ijma’ ahl al-madinah dan Pendapat Imam Malik. Para Ulama berbeda pendapat tentang jumlah Hadits yang terdapat dalam Al-Muwatta’.


d.   Sistematika Kitab
Kitab al-Muwatta’ adalah Kitab Hadits yang bersistematika fiqih. Berdasar kitab yang ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Kitab Muwatta’ terdiri dari dua juz, 61 kitab [11](bab) dan 1824 hadits.
Secara eksplisit tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang dipakai Imam Malik dalam menghimpun Kitab Al-Muwatta’. Namun secara implisit, dengan melihat paparan Imam Malik dalam kitabnya, metode yang dipakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadits marfu’(berasal dari Nabi), mauquf  (berasal dari Sahabat) dan maqtu’ (besal dari tabiin). Bahkan bukan hanya itu, kita bisa melihat bahwa Imam Malik menggunakan tahapan-tahapan berupa :
1)   Penseleksian terhadap hadits yang disandarkan kepada Nabi
2)   Atsar/Fatwa sahabat
3)   Fatwa tabi’in
4)   Ijma’ ahl Madinah dan pendapat Imam Malik sendiri
5)   Pendapat Imam Malik sendiri
Meskipun kelima tahapan itu tak selamanya muncul bersamaan dalam setiap pembahasannya, urutan pembahasan  dengan mendahulukan penulusuran hadits Nabi yang telah diseleksi merupakan acuan pertama yang dipakai Imam Malik sedangkan tahapan ke dua dan seterusnya dipaparkan Imam Malik tatkala menurutnya perlu untuk dipaparkan.
Ada empat hal yang perlu dikritisi imam Malik dalam meriwayatkan hadits.
1.  Periwayat bukan orang yang berperilaku jelek
2.  Bukan ahli bid’ah
3.  Bukan orang yang suka berdusta dalam hadits
4.  Bukan orang yang tahu ilmu tapi tidak mengamalkannya
e.    Beberapa penilaian terhadap hadits-hadits Imam Malik
-       Sufyan ibn ‘Uyainah dan Al-Suyuti mengatakan, seluruh hadits yang diriwayatkan Imam Malik adalah shahih, karena diriwyatkan  dari orang yang terpercaya.
-   Abu Bakar al-Bhari berpandangan tidak semua  hadits dalam al-Muwatta’ sahih, 222 hadits Mursal, 623 hadits mauquf dan 285 hadits maqtu’
-    Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa hadits-hadits  yang termuat dalam al-Muwatta’ adalah sahih menurut Imam Malik dan pengikutnya.
f.     Pendapat para ulama tentang al-Muwatta’
-       Al-Syafi’i: di dunia ini tidak ada kitab setelah al-qur’an yang lebih shahih dari pada kitab Malik
-       Al-Hafiz al-Muglatayi al-Hanafi: “Buah karya Malik adalah kitab Shahih yang pertama kali
-       Ibn Hajar: Kitab Malik sahh menurut Malik dan pengikutnya
-       Waliyullah al-Dahlawi menyatakan al-Muwatta’ adalah kitab yang paling sahih, masyhur, dan paling dahulu pengumpulannya.
g.    Kritikan orientalis terhadap al-Muwatta’
Diantara orientalis yang memberikan kritikan terhadap karya Imam Malik adalah Josep Schacht. Schahct meragukan hadits dalam al-Muwatta’, diatara hadits yang dikritiknya adalah tentang bacaan ayat sajdah dalam khutbah Ju’ah oleh Khatib. Kemudian tentang 80 hadits dalam Muwatta’ yang disebut “Untaian sanad Emas,” . dan yang lainnya.
D.    Penutup
1.      Ksimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kami simpulkan bahwa kitab al-Muwatta’ adalah merupakan salah satu karya paling monumental yang dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani atau yang lebih dikenal sebagai Imam malik.
Selanjutnya kitab ini merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).

2.      Kata Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami persembahkan. Segala kekurangan dan kesalahn mohon maaf dan mohon kritik adanya agar menjadikan lebih baik ke depannya.


Daftar Pustaka
Al-Imam Malik bin Anas, al-Muwatta’, Beirut: Darul Fikr, 1989.
Dosen Tafsir Hadits Fakultas ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits, edt. M. Alfatih Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II, 2009.

Putri Rizqiyah, Sejarah Pemikiran Tokoh Islam, dalam http://putririzqiyah656.blogspot.com/2014/07/sejarah-pemikiran-tokoh-islam.html.




[1] Dosen Tafsir Hadits Fakultas ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits, edt. M. Alfatih Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II, 2009, hlm. 2
[2]  Dosen Tafsir Hadits Fakultas ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits, edt. M. Alfatih Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II, 2009, hlm. 2
[3]Ibid.

[4]Putri Rizqiyah, Sejarah Pemikiran Tokoh Islam, dalam http://putririzqiyah656.blogspot.com/2014/07/sejarah-pemikiran-tokoh-islam.html, {24 Februari 2015, 18.01 WIB)


[5] Imam Malik bin Anas, Sebuah Biografi, dalam http://kopiitunikmat.blogspot.com/2010/09/imam-malik-bin-anas-sebuah-biografi.html (24 Februari 2015, 18 25 WIB)
[6]Ibid., hlm. 5
[7]Ibid., hlm. 6
[8]Ibid.
[9]Ibid., 7
[10]Ibid. 8
[11]Al-Imam Malik bin Anas, al-Muwatta’, Beirut: Darul Fikr, 1989, hlm. 8

2 Comments

Unknown mengatakan...

bagus sekali kang Ros (bya rif`an)

Unknown mengatakan...

mkciih.....moga bermanfaat

Bagaimana Pendapat Anda ?