Dalam hazanah studi
kitab hadits, Kitab Al-Muwatta’ meskipun tidak masuk dalam kumpulan Kutubus
Sittah al-Mu’tabarah, namun keberadaannya juga penting. Al-Muwatta’ lahir dan
menghimpun banyak hadits lebih dahulu sebelum dua kitab monumental Shohihain
Bukhori Muslim. Dalam makalah ini sedikit banyak kita akan mengenal Kitab
Al-Muwatta’ dan Penyusunnya Syaikh Al-Imam Malik bin Anas RA.
B. Rumusan Masalah
Adapun pokok
pembahasan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Biografi Imam Malik ?
2. Bagaiman gambaran Kitab Al-Muwatta’ ?
C. Pembahasan
1. Sekilas Biografi Imam Malik
Nama lengkap Imam Malik
adalah Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amr ibn Amr ibn al-Haris
ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Dari penuturan
namanya dapat kita ketahui bahwa kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya
tidak hanya al-Abahi, dan al-Madani, namun juga al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah
dan al-Humairi menjadi laqab yang diberikan kepada beliau. Dilihat dari
nasabnya, silsilahnya sampai pada tabi’in besar (Malik) dan Kakek buyut (Abu
Amr) seorang sahabat yang selalu mengikuti dalam peperangan pada masa Nabi.[1]
Imam malik di
lahirkan di kota Madinah pada tahun 93 H, ada yang mengatakan 94 atau 97 H dan
meninggal thun 179 H. Ayahnya bernama Anas bin Malik yang bukan sahabat Nabi
namun seorang tabiin, sedang ibunya bernama Aliyah binti Suraik. Pekerjaan sang
ayah adalah sebagai pembuat panah. Sedang kakeknya yang mempunyai kunyah Abu
Anas adalah tabi’in besar yang banyak meriwayatkan hadits dari Umar, Thalhah,
Aisyah, Abu Hurairah dan Hasan bin Abi Sabit; termasuk penulis mushaf Usmani
serta termasuk orang yang mengikuti penaklukan Afrika
pada masa Kholifah Usman[2].
Imam Malik menikah
dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-laki; Muhammad, Hammad dan
Yahya dan seorang anak perempuan; Fatimah yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin[3].
Setting sosial
Imam Malik semasa hidupnya sebagai pejuang demi agama dan
umat islam seluruhnya. Beliau dilahirkan pada pemerintahan Al-Wahid bin Abdul
Malik Al-Umawi dan meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid
domasa pemerintahan Abassiyah. Zaman hidup imam malik sama dengan Abu hanifah.
Semasa hidupnya imam malik mengalami dua corak pemerintahan.,Ummayah
dan Abbassiyah dimana terjadi perselisihan hebat diantara kedua pemerintahan
tersebut. Dimasa itu pengaruh ilmu pengetahuan Arab, Persi, dan Hindi tumbuh
subur dikalangan masyarakat pada waktu itu.
Beliu juga dapat melihat perselisihan antara pro-Abbassiyah
dan pro-‘Alwiyyin dan juga orang Khawarij, dan juga perselisihan antara
golongan syi’ah dan golongan Ahli-Sunnah dan Orang khawarij. Disamping itu pula beliau menyaksikan
percampuran antar bangsa dan keturunan yaitu orang Arab , Persi, Rom, dan
Hindi.
Bermacam-macam pula perubahan yang terjadi, seperti dibidang
pertanian, perniagaan, pertukangan dan macam-macam corok kehidupan yang mana
semuanya menggunakan dalih yang menurut kacamata agamadan hukum-hukum fiqih
inilah permulaan penyusun ilmu hadist, fiqih dan masalah ilmu-ilmu hukum.[4]
Adalah Madinah, tempat hijrah Rasulullah SAW, tempat turunnya
semua hukum syariat (kecuali masalah akidah dan shalat), disanalah Nabi memerintah
di tengah kaum muslimin, menegakkan keadilan, memutuskan perkara,
dan mendirikan pemerintahan yang pertama di antara orang-orang yang
beriman, yang kemudian dilanjutkan oleh 3 khalifahnya yang pertama (Abu
Bakr, Umar, Ustman). Akibat ketidakstabilan kondisi politik negara,
Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah. Di masa
dinasti Umayyah, banyak dari para tabi'in yang menyingkir ke Madinah
menghindari kesewenang-wenangan rezim pemerintah. Mereka lebih memilih berada
disamping kubur Rasul, membuka majlis Ilmu di masjid Nabi, dan
membantu menerangkan perkara-perkara agama kepada masyarakat.
Madinah bukanlah satu-satunya tempat tersebarnya ilmu hadist dan fikih,
akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa disanalah terdapat sumber ilmu-ilmu
tersebut, karena di Madinah lah ribuan sahabat dan tabi'in tinggal,
para ulama terkemuka banyak mengamalkan ilmunya, serta para
agamawan besar yang terus 'stand by' memecahkan berbagai persoalan umat.
Dari sekian banyak para agamawan terkemuka yang tinggal dan mengajar di
Madinah pada masa tabiin, terdapat 7 orang ulama yang dipandang mempunyai
andil paling besar dalam mengajarkan ilmu dan menyebarkan hadits Rasulullah
yang masyhur dengan sebutan "Fuqaha as-Sab'ah", mereka
adalah :Sa'id bin Musayyab, Urwah bin Zubaer bin Awwam, Abu Bakr bin
Abdurrahman bin Harits, Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakr, Ubaidillah bin
Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, Sulaiman bin Yassar dan Kharijah bin Zaid bin
Tsabit.
Masa peralihan kekuasaan kepada dinasti Abbasiyah adalah
saat-saat kekacauan politik mencapai puncaknya. Perebutan kekuasaan antara dua
dinasti telah mengakibatkan perang saudara yang berkepanjangan dan memakan
banyak korban tak berdosa. Melayangnya ribuan nyawa kaum Muslimin dengan
sia-sia menjadikan hati Malik tersyat dan tidak pernah sudi merestui kejadian
ini. Dari sini ia mulai berpikiran bahwa kemaslahatan umat harus dikedepankan,
ia mengeluarkan fatwa yang mengecam segala bentuk gerakan separatis dan
pemberontakan menentang kekuasaan, walaupun penguasa tersebut lalim.
Disamping aktif mengeluarkan fatwa yang menentang
penggulingan kekuasaan yang sah, Malik juga rajin mendatangi para penguasa
untuk menasehati dan memberikan petuah bijak kepada mereka. Kedekatannya
dengan penguasa ini berlangsung baik di masa pemerintahan bani Umayyah maupun
Abassiyah. Bahkan tercatat, Malik bin Anas pernah menerima hadiah 3000 dinar
dari khalifah Harun al-Rasyid. Dengan sikap seperti itu, Malik pun
menjadi ulama yang sangat disukai oleh para penguasa, karena dapat memuluskan
langkah mereka untuk melanggengkan kekuasaan daripada kebanyakan ulama lain
yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah. Pun demikian, Malik memandang
perbuatannya ini tidak lain hanyalah untuk kebaikan umat yang terlalu lama menanggung
penderitaan akibat perebutan kekuasaan di tingkat elite pemerintah.
Semakin meluasnya kekuasaan pemerintah islam di masa itu
– membentang dari Spanyol di sebelah barat hingga perbatasan Cina di sebalah
timur - mengakibatkan persoalan yang dihadapi umat semakin pelik. Persentuhan
antara agama dan peradaban islam dengan budaya setempat di negeri jajahan pun
tak terelakkan. Untuk pertama kalinya teks-teks suci keagamaan harus
beradaptasi dengan setting sosial-budaya kawasan taklukkan yang cukup bervariasi.
Persinggungan budaya seperti ini menyebabkan semakin bervariasinya
penafsiran teks keagamaan. [5]
Guru-gurunya
Imam Malik pernah
belajar kepada 900 guru. 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 orang
dari kalangan tabiit tabiin. Menurut Amin al-Khulli sebagaimana dikutip Nurun
Najwa, diantara guru-gurunya yang terkemuka adalah :
1)
Rabiah al-Ra’yi bin Abi Abdurrahman Furuh al-Madani (w. 136 H)
2)
Ibnu Hurmuz Abu Bakar bin Yazid (w. 147 H)
3)
Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H)
4)
Nafi’ ibn Surajis Abdullah al-Jaelani (w. 120 H)
5)
Ja’far Sadiq ibn Muhammad ibn Ali al-Husin ibn Abu Talib al-Madani
(w. 148 H)
6)
Muhammad ibn al-Munkadir ibn al-Hadiri al-Taimy al-Qurasyi (w. 131
H)[6]
Murid- muridnya
Murid-murid Imam Malik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok:
1)
Dari kalangan Tabi’in diantaranya Sufyan al-Sauri, al-Lais bin
Sa’id, Hammad ibn Zaid, Sufyan ibn Uyainah, Abu Hanifah, Abu yusuf, Syarik ibn
Lahi’ah, dan Ismail ibn Khatir
2)
Dari kalangan Tabi’it-tabi’in adalah al-Zuhri, Ayub
al-Syahkhtiyani, Abul Aswad, Rabi’ah ibn Abd al-Rahman, Yahya ibn Sa’id al-Ansari, Musa ibn ‘Uqbah
dan Hisyam ibn ‘Urwah.
3)
Bukan Tabi’in : Nafi’ ibn Abi Nu’aim, Muhammad ibn Aljan, Salim ibn
Abi ‘Umayah, Abu al-Nadri, Maula Umar ibn Abdullah, al-Syafi’I dan Ibn Mubarak.[7]
Karya-karyanya
Diantara karya-kaya Imam Malik
adalah:Al-Muwatta’, Kitab ‘Aqdiyah, Kitab Nujum Hisab Madar al-Zaman,
Manazil al-Qamar,Kitab Manasik, Kitab Tafsir li Garib Al-Qur’an, Ahkam
al-Qur’an, Al-Mudawanah al-Kubra, Tafsir al-Qur’an, Kitab Masa’ Islam, Risalah
Ibn Matruf Gassan, Risalah ila al-Lais, Risalah ila ibn Wahb.
Namun,
dari beberapa karya tersebut, yang sampai kepada kita hanya dua yakni,
al-Muwatta’ dan al-Mudawanah al-Kubra.[8]
2.
Mengenal Kitab Al-Muwatta’
a.
Latar Belakang Penyusunan
Ada beberapa versi yang mengemukakakan tentang latar belakang
penyususnan al-Muwatta’. Menurut Noel J. Coulson, problem politik dan
sosialkeagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi
politik yang penuh konflik pada masa transisi daulah Umayyah – Abbasiyyah yang
melahirkan tiga kelompok besar ( Khuwarij, Syi’ah-keluarga istana ) yang
mengancam integritas kaum muslimin. Disamping kondisi sosial keagamaan yang
berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang
berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode
nash disatu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang
penuh konflik.[9]
Versi lain menyatakan, penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya
permintaan khalifah Ja’far al-Manshur atas usulan Muhamman bin al-Muqaffa yang
sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat
itu dan mengusulkan kepadanya kholifah untuk menyusun undang-undang yang
menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak.Khalifah Ja’far lalu meminta Imam
Malik menyusun Kitab hukum sebagai kitab standar bagi seluruh wilayah Islam.
Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai
kitab standar atau kitab resmi Negara.[10]
Sementara versi yang lain, disamping terinisiasi oleh usulan
Khalifah Ja’far al-Manshur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan
kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan ummat Islam memahami agama.
b.
Penamaan Kitab
Tentang
penamaan kitab al-Muwatta’ adalah orisinil dari Imam Malik sendiri. Hanya saja
tentang mengap kitab tersebut dinamakan al-Muwatta’ ada beberapa pendapat yang
muncul
1)
Sebelum kitab itu disebarluaskan Imam Malik telah menyodorkan
karyanya ini di hadapan 70 ulama fiqih Madinah dan mereka menyepakatinya
2)
Penamaan al-Muwatta’ dikarenakan kitab tersebut “memudahkan”
khalayal umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas
dan beragama.
3)
Penamaan kitab al-Muwatta’ dikarenakan kitab al-Muwatta’ merupakan
perbaikan terhadap kitab fiqh sebelumnya.
c.
Isi Kitab
Kitab ini menghimpun Hadits-hadits Nabi,
pendapat Sahabat, qaul tabi’in, Ijma’ ahl al-madinah dan Pendapat Imam
Malik. Para Ulama berbeda pendapat tentang jumlah Hadits yang terdapat dalam Al-Muwatta’.
d.
Sistematika Kitab
Kitab al-Muwatta’ adalah Kitab Hadits yang
bersistematika fiqih. Berdasar kitab yang ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd
al-Baqi, Kitab Muwatta’ terdiri dari dua juz, 61 kitab [11](bab) dan 1824 hadits.
Secara eksplisit tidak ada pernyataan yang
tegas tentang metode yang dipakai Imam Malik dalam menghimpun Kitab Al-Muwatta’.
Namun secara implisit, dengan melihat paparan Imam Malik dalam kitabnya, metode
yang dipakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam
(abwab fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadits marfu’(berasal dari
Nabi), mauquf (berasal dari
Sahabat) dan maqtu’ (besal dari tabiin). Bahkan bukan hanya itu, kita
bisa melihat bahwa Imam Malik menggunakan tahapan-tahapan berupa :
1)
Penseleksian
terhadap hadits yang disandarkan kepada Nabi
2)
Atsar/Fatwa sahabat
3)
Fatwa tabi’in
4)
Ijma’ ahl Madinah
dan pendapat Imam Malik sendiri
5)
Pendapat Imam Malik
sendiri
Meskipun kelima tahapan itu tak selamanya muncul bersamaan dalam setiap
pembahasannya, urutan pembahasan dengan
mendahulukan penulusuran hadits Nabi yang telah diseleksi merupakan acuan
pertama yang dipakai Imam Malik sedangkan tahapan ke dua dan seterusnya
dipaparkan Imam Malik tatkala menurutnya perlu untuk dipaparkan.
Ada empat hal yang perlu dikritisi imam Malik dalam meriwayatkan hadits.
1. Periwayat bukan orang yang berperilaku jelek
2. Bukan ahli bid’ah
3. Bukan orang yang suka berdusta dalam hadits
4. Bukan orang yang tahu ilmu tapi tidak mengamalkannya
e.
Beberapa penilaian
terhadap hadits-hadits Imam Malik
- Sufyan ibn ‘Uyainah dan Al-Suyuti mengatakan, seluruh hadits yang
diriwayatkan Imam Malik adalah shahih, karena diriwyatkan dari orang yang terpercaya.
- Abu Bakar al-Bhari berpandangan tidak semua
hadits dalam al-Muwatta’ sahih, 222 hadits Mursal, 623 hadits mauquf dan
285 hadits maqtu’
- Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa hadits-hadits yang termuat dalam al-Muwatta’ adalah sahih
menurut Imam Malik dan pengikutnya.
f.
Pendapat para ulama
tentang al-Muwatta’
- Al-Syafi’i: di dunia ini tidak ada kitab setelah al-qur’an yang lebih
shahih dari pada kitab Malik
- Al-Hafiz al-Muglatayi al-Hanafi: “Buah karya Malik adalah kitab Shahih
yang pertama kali
- Ibn Hajar: Kitab Malik sahh menurut Malik dan pengikutnya
- Waliyullah al-Dahlawi menyatakan al-Muwatta’ adalah kitab yang
paling sahih, masyhur, dan paling dahulu pengumpulannya.
g.
Kritikan orientalis
terhadap al-Muwatta’
Diantara orientalis yang memberikan kritikan
terhadap karya Imam Malik adalah Josep Schacht. Schahct meragukan hadits dalam
al-Muwatta’, diatara hadits yang dikritiknya adalah tentang bacaan ayat sajdah
dalam khutbah Ju’ah oleh Khatib. Kemudian tentang 80 hadits dalam Muwatta’ yang
disebut “Untaian sanad Emas,” . dan yang lainnya.
D. Penutup
1. Ksimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kami simpulkan bahwa
kitab al-Muwatta’ adalah merupakan salah satu karya paling monumental yang
dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn
al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani atau
yang lebih dikenal sebagai Imam malik.
Selanjutnya kitab ini merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).
Selanjutnya kitab ini merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).
2.
Kata Penutup
Demikianlah
makalah yang dapat kami persembahkan. Segala kekurangan dan kesalahn mohon maaf
dan mohon kritik adanya agar menjadikan
lebih baik ke depannya.
Daftar Pustaka
Al-Imam Malik
bin Anas, al-Muwatta’, Beirut: Darul Fikr, 1989.
Dosen Tafsir
Hadits Fakultas ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Hadits, edt. M. Alfatih Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II, 2009.
Putri Rizqiyah, Sejarah Pemikiran Tokoh Islam, dalam http://putririzqiyah656.blogspot.com/2014/07/sejarah-pemikiran-tokoh-islam.html.
[1]
Dosen Tafsir Hadits Fakultas ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi
Kitab Hadits, edt. M. Alfatih Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II,
2009, hlm. 2
[2] Dosen Tafsir Hadits Fakultas ushuluddin IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits, edt. M. Alfatih
Suryadilaga, Yogyakarta: Teras, cet. II, 2009, hlm. 2
[4]Putri Rizqiyah, Sejarah Pemikiran Tokoh Islam, dalam http://putririzqiyah656.blogspot.com/2014/07/sejarah-pemikiran-tokoh-islam.html, {24 Februari 2015, 18.01 WIB)
[5]
Imam Malik bin Anas, Sebuah Biografi, dalam http://kopiitunikmat.blogspot.com/2010/09/imam-malik-bin-anas-sebuah-biografi.html
(24 Februari 2015, 18 25 WIB)
[11]Al-Imam Malik bin Anas, al-Muwatta’, Beirut: Darul Fikr, 1989, hlm. 8
2 Comments
bagus sekali kang Ros (bya rif`an)
mkciih.....moga bermanfaat
Bagaimana Pendapat Anda ?