Kamis, 13 Maret 2014

0 Resensi Buku: MENGUAK PESAN MORAL RUMAH ADAT KUDUS



RESENSI BUKU

Oleh               : Ahmad Rosikhun
Judul Buku   : TRADISI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA ; TAFSIR SOSIAL RUMAH ADAT KUDUS
Penulis          : Nur Said
Editor             : Muhammad Rais
Penerbit         : Brilian Media Utama
Tahun             : Januari 2012
Tebal               : xii + 144 halaman


 MENGUAK PESAN MORAL RUMAH ADAT KUDUS


Rumah adalah tempat anggota keluarga berkumpul dan hidup bersama, menjalani hari-hari dengan berbagai aktifitas yang ada. Sehingga, rumah_ khususnya Rumah Adat Kudus bukanlah sekedar setruktur bangunan fisik semata. Tetapi lebih dari itu rumah adalah sebuah satuan simbolis sosial pada praktik. Lingkungan keluarga yang berhuni di dalam rumah idealnya harus mampu memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya tentang tata cara hidup yang benar yang diridlohi Allah SWT. dan menyelamatkan semua anggota dari perilaku yang menjerumuskan kepada siksa api neraka.

Rumah Adat Kudus sebuah warisan budaya material tidak sekedar menjadi benda mati tetapi sarat akan nilai –nilai sosial, budaya, dan juga sepiritual manakala mampu menangkap pesan moral dibalik material. Dengan menggali pertarungan tanda budaya dalam artefak Rumah Adat Kudus bisa jadi akan menemukan kearifan lokal pendidikan karakter dalam keluarga yang lebih natural dan otentik. Oleh karena keluaga merupakan lembaga pendidikan non formal terpenting dalam membentuk insan yang sholih sesuai harapan. Sehingga dari keluargalah kemajuan suatu bangsa akan ditentukan. Manakala ingin membangun karakter dan budaya bangsa yang kuat maka kuatkanlah visi berhuni dalam setiap keluarga.

Buku yang awal mulanya adalah sebuah hasil penelitian ini mencoba menyadarkan pembaca akan arti sebuah rumah yang kita huni. Bahwa rumah bukanlah sekedar tempat berteduh dan berlindung, rumah juga sarat akan makna yang tersirat akan pendidikan terhadap anggota keluarga yang disimbolkan dalam bentuk-bentuk bangunan di dalam rumah. Pendidikan di sini dimaksudkan agar anggota keluarga senantiasa berbudi luhur, berpengetahuan, mempunyai keyakinan dan kekuatan akidah yang benar terhadap Allah SWT dengan segala aturan syari’at yang dijalankan secara kontinu menuju pengabdian yang murni kepada Allah SWT.
Ketika membincang pendidikan dalam keluarga, kita dapat merujuk Firman Allah SWT.
yang artinya;


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At-Tahrim: 06)

Kita tidak hanya diperintahkan untuk menyelamatkan diri sendiri dari bahaya api neraka dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan_Nya. Namun dengan memberikan pengertian dan pengajaran, kita juga bertanggung jawab atas keselamatan keluarga dari jalan yang sesat. (Muh. Ali As-Shobuni: Shofwah at Tafaasir jz.3, hlm. 386).

Untuk kenyamanan membaca dan memberikan pemahaman tentang pesan moral yang ada dalam Rumah Adat Kudus, buku ini oleh penulis dibagi dalam lima bab. Pada bab pertama, penulis mengajak pembaca untuk memahami arti berhuni di dalam rumah sebagai pengantar penulis agar pembaca tertarik untuk membaca lebih lanjut karna ada gambaran akan apa yang akan dibahas berikutnya. Disamping itu juga penulis menyebutkan fokus kajian atas hasil penelitiannya.

Pada bab ke dua penulis mencoba memaparkan rumah adat kudus dilihat dari perspektif sejarah yang dimulai dari sejarah kudus kuno secara umum yang tak lepas dari sosok wali yang dikenal dengan Kanjeng Sunan Kudus. Di sini pembaca akan tahu tentang asal-usul nama  Kudus dan arti Menara Kudus sebagai peninggalan Sunan Kudus yang sangat monumental bahkan menjadi keajaiban seni dan arsitektur Islam di Jawa. Kemudian dilanjutkan dengan predikat kota santri, kota saudagar dan kota kretek yang disandang kota Kudus dengan semboyan masyarakatnya ”Gusjigang” yaitu harus bagus, pinter ngaji dan trampil berdagang. Tak lupa di sana dikupas aspek pergeseran sosial yang terjadi di kota Kudus seiring bergesernya sang waktu dan berkembangnya zaman.

Masuk pada bab ke 3, Penulis lebih khusus mengajak pembaca untuk lebih mendalami Rumah Adat Kudus dari sudut historisnya. Sosok Ulama keturunan China bernama The Ling Shing yang dengan seni ukirnya telah mewarnai corak Rumah Adat kudus yang sarat akan makna religi, etis dan estetis. Tidak hanya itu, sebagai tanda budaya, Rumah Adat Kudus, oleh masyarakat Kudus Kulon_sebagai tempat muncul dan bekembangnya Rumah Adat Kudus_ juga dijelaskan penulis sebagai tempat pelestarian budaya Rumah Adat Kudus. Rumah Adat Kudus juga dilestarikan di Musium Kreteg dan Taman Budaya Mario Koco.
Nilai-nilai moral yang tercermin dalam Rumah Adat Kudus dipaparkan secara gamblang dan terperinci dalam bab empat. Mulai dari dasar rumah yang menyimpan makna dan mengingatkan penghuninya akan visi kehidupan. Lima trap di atas tanah yang menjadi simbol akan rukun  Islam yang harus dilaksanakan dan dihayati  sebagai visi hidup jangka panjang kebahagiaan dunia akhirat. Sampai pada karakter khas Rumah Adat Kudus  yang disebut dengan ”joglo pencu” yang tampak berpenampilan, tegas, perkasa dan anggun. Hal ini sebagai penanda dambaan para penghuninya agar menjadi sosok yang tegas dan mepunyai prinsip, perkasa dan tidak mudah ditundukkan oleh kelompok manapun, dan anggu dengan memperlihatkan nilai estetis  dalam berinteraksi dengan orang lain yang sebagamina dalam pepatah jawa: “Ajining sarira ana ing busana, ajining diri ana ing kedhaling lathi”.

Tidak sampai di situ, Rumah adat kudus dalam tantangan global pun membawa kearifan tersindiri dalm ritual–ritual rumah adat yang djalankan masyarakat. Ritual sering dipandang sebagai serangkaian tindakan reflektif yang ditampilkan oleh masyarakat sebagai aktualisasi kesadaran kolektif dan refleksi diri penghuninya yang terdalam melintas batas ruang dan waktu. Demikian penulis mengutip Revianto Budi Santoso dalam bukunya, Omah: Membaca Makna Rumah Jawa dalam bab terakhir.

Adapun fenomena ritual dalam Rumah Adat Kudus dapat dicermati pada upacara buka tableg (ritual sebelum membuat pondasi rumah), upacara munggah kayu (Tongcit);ritual yang dijalankan saat bagian-bagian bangunan yang mengelilingi rumah/dinding rumah_ berdiri tegak dan berbagai penyangga dan genting serta joglo siap dipasang, dan yang terakhir adalah upacara ulih-ulihan  sebagai ekspresi penghuni rumah ketika rumah sudah siap untuk dihuni.

Dalam keadaanya yang demikian rupa, buku ini kiranya bagus sekali dibaca oleh mahasiswa untuk belajar memahami  makna tersirat dalam suatu objek untuk kemudian diungkapkan dan tafsirkannya. Lebih–lebih mahasiswa Ushuluddin program studi Tafsir Hadits yang bergelut dengan ilmu hadits dan Tafsir sebagai spirit penafsiran benda ataupun keadaan yang semuanya adalah ciptaan Allah yang tak lepas akan makna dan hikmah yang dikandungnya. Akan tetapi dalam bahasan awal, kiranya pembaca yang baru semster awal agak keberata dengan bahasanya yang ‘sulit’ dicerna karena banyak sekali istilah-istilah ilmiah yang baru didapat oleh mahasiswa.





0 Comments

Bagaimana Pendapat Anda ?