Selasa, 15 Juli 2014

0 Kemana Arah Cintamu

MENGARAHKAN POTENSI CINTA

(Konsep Cinta Perspektif Tafsir Mafatihul Ghoib Surat az-Zuhruf Ayat 67)


A.    Pendahuluan

Berbicara tentang cinta rasanya tak mengundang kata bosan bahkan bagi mereka yang telah terluka karena cinta sekalipun. Terkadang mereka malah menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang indah hingga membuat indah untaian kata demi kata yang mengajak kepada pembaca untuk bersama menikmati indahnya anugrah Tuhan yang satu ini. 

Secara definitif, kata “cinta” menjadi multi tafsir ketika muncul dari penikmat cinta yang berangkat dari  sudut dan keberanekaragaman warna yang ditimbulkan oleh cinta itu sendiri. Begitu banyak varian sisi yang menarik untuk dibahas. Keberadaan lagu yang muncul dari berbagai jenis aliran musik mulai dari yang dangdut, rock, band alternatif, jazz sampai rebana yang banyak sekali mencurahkan perasaan dan menggambarkan keadaan cinta adalah sebagai bukti bahwa cinta kaya akan sisi untuk dibahas.

Yang menjadi masalah adalah ketika cinta sudah menguasai jiwa, seakan manusia dibutakan oleh nafsu. Tanpa berfikir lagi apakah yang dilakukan itu benar atau tidak, baik secara dia itu sebagai orang yang beragam Islam atau sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab nilai-nilai kemanusiaan dan kesusilaan. Di sini terlihat pentingnya mengurai cinta secara ilmiah dengan berpijak pada pendapat para ahli (mufassir) tentang bagaimana Al-Qur’an telah berbicara tentang cinta melalui penafsiran-penafsiran yang dituangkan dalam kitab tafsirnya untuk kemudian ditemukan pemahaman yang sesuai dengan keimanan sebagai hamba Tuhan yang senantiasa mengharap keridloan-Nya.

Melihat dan mencoba memahami apa yang telah dibahas dalam materi kuliah Membahas Kitab Tafsir, kiranya penulis menaruh rasa hormat sekaligus kagum pada beliau Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Umar ibn al-Husin al-Taimi al-Bakri al-Tabaristani Fakhruddin al-Razi karena kedalaman dan keluasan ilmu yang dianugrahkan Allah kepada beliau terutama  yang tertuang dalam satu karyanya yang terkenal dalam kitab tafsir al-Qur’an yakni Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib. Yang kemudian penulis mempunyai semangat untuk membahas cinta menurut perspektif Ar-Razi saat menafsiri ayat ke 67 surat az-Zukhruf sebagai wujud perhatian penulis untuk ikut serta berusaha membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an untuk menjawab persoalan cinta yang terjadi dalam kehidupan ini.

B.    Rumusan Masalah

Untuk lebih jelas dan terarahnya apa yang penulis maksud dalam tulisan ini, berikut rumusan masalahanya.
1.    Bagaimana pengertian cinta menurut para ahli ?
2.    Bagaiaman Konsep cinta yang ditawarkan ar-Rozi dalam dalam Tafsir Mafatihul Ghoib Surat Az-Zuhruf ayat 67 ?

C.    Pembahasan

1.    Arti Cinta

Berbagai definisi cinta akan ditemui dari setiap individu yang mengalami dan merasakannya. Namun secara bahasa, kata ‘cinta’, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan wakil dari perasaan kasih, sayang, atau rindu yang sangat dalam. Namun dalam konteks atau kadar kalimat tertentu, ia bisa juga mewakili perasaan sedih.  Berbicara cinta adalah berbicara tentang rasa yang di dalamnya ada efek yang timbul dari yang punya rasa tersebut. Ia akan banyak menyebut-nyebut yang dicintainya,  bisa jadi ia akan lebih perhatian, menuruti apa yang diinginkan yang dicintai dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi definisi cinta menurut Robert  A. Baron  dan Donn Byrne dalam buku Social Psychology  yang sudah dialihbahasakan Ratna Djuwita dkk., bahwa cinta adalah suatu kombinasi emosi, kognisi, dan prilaku yang dapat terlibat dalam hubungan intim. 

Sementara itu, untuk lebih mengenal cinta dan fenomenanya, ada 3 arti cinta menurut para ahli yang perlu difahami :

a.    Louann Brizendine, M.D. sebagai seorang Dokter Syaraf Jiwa, dia berbicara tentang cinta :
Jatuh cinta adalah salah satu prilaku atau keadaan otak yang paling tidak rasional  yang tak terbayangkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Otak menjadi "tidak logis" dalam gelora asmara baru itu. Sehingga otak-secara harfiah-buta terhadap kekurangan kekurangan sang kekasih. ini adalah keadaan diluar kesadaran. 

Menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah ada beberapa ciri orang yang sedang jatuh cinta; Matanya selalu memandang orang yang dicintai, Menundukkan pandangan apabila dipandang sang kekasih, Selalu ingat sang kekasih, Mengikuti kata hati sang kekasih, Memperhatikan ucapan yang kekasih,Mencintai kediaman sang kekasih, Segera menghampirinya, Mencintai orang-orang yang dekat dengan sang kekasih, Perjalann menuju sang kekasih terasa ringan, Resah dan gelisah sirna saat mengunjungi sang kekasih, Panik dan terharu ketika berjumpa dengan sang kekasih, Cemburu terhadap sang kekasih, Cemburu kepada sang kekasih, Berkorban demi sang kekasih, Bergembira karena sang kekasih bahagia, Senang menyendiri dengan sang kekasih, Merendahkan diri di hadapan sang kekasih, Napas tersendat-sendat, Meninggalkan semua yang dibenci kekasih, Keselarasan antara pecinta dengan sang kekasih 

b.    Arti cinta berdasarkan proses terjadinya secara biologis dan psikologis manusia
Jatuh cinta adalah sebuah naluri yang timbul / bereaksi secara otomatis  tanpa kesadaran  yang dipicu kombinasi reaksi otak, emosi dan otak fisik bukan otak logika dan hasrat  mempercepat prosesnya serta investasi emosi   yang menjeratnya. Artinya, naluri bekerja otomatis tanpa melewati proses kesadaran. Dengan kata lain, secara tidak sadar, naluri dapat diaktifkan dan mengambil alih kendali seseorang untuk melakukan tindakan tertentu, mirip seperti saat anda melihat gadis cantik nan seksi yang lewat didepan anda yang menyebabkan anda otomatis terperangah selama 3 detik.

Ada 3 macam kombinasi emosi yang harus dirasakan seseorang untuk dikatakan jatuh cinta, yaitu : rasa tertarik, rasa nyaman, dan rasa peduli. 

c.    Arti dari kata cinta sesuai keyakinan
Dua pembahasan arti cinta di atas hanyalah sebuah pengetahuan dan apa yang terjadi dalam tubuh manusia, tapi arti cinta yang sesungguhnya adalah arti makna cinta yang terbentuk dari keyakinan-keyakinan yang kita miliki.

Karena kekuatan keyakinan akan mempengaruhi apa yang dipikirkan, apa yang dipikirkan akan mempengaruhi apa yang terjadi dalam tubuh manusia( emosi/perasaan ), perasaan mempengaruhi sikap, tindakan, perbuatan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. 

sementara menurut Imam Al-Ghazali memberikan pengertian hakekat cinta, bahwa ketertarikan watak alami pada perkara yang melezatkan itulah cinta . Baik secara fisik maupun non fisik kecondonga hati itu mengarah kemana.

Dari beberapa definisi yang dipapakarkan diatas dapat penulis simpulkan bahwa cinta merupakan suatu kombinasi emosi, kognisi, dan prilaku yang dipengaruhi oleh keyakinan yang tertarik kepada sesuatu yang melezatkan sehingga dapat menimbulkan hubungan intim antara subyek dan obyek.

2.    Konsep Cinta Perspektif Tafsir Mafatihul Ghoib Surat Az-Zuhruf Ayat 67

Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain kecuali mereka yang bertakwa.
تفسير الرازي - (ج 13 / ص 488)

 { الأخلاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ عَدُوٌّ إِلاَّ المتقين } والمعنى { الأخلاء } في الدنيا { يَوْمَئِذٍ } يعني في الآخرة { بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ } يعني أن الخلة إذا كانت على المعصية والكفر صارت عداوة يوم القيامة { إِلاَّ المتقين } يعني الموحدين الذين يخالل بعضهم بعضاً على الإيمان والتقوى ، فإن خلتهم لا تصير عداوة ، وللحكماء في تفسير هذه الآية طريق حسن ، قالوا إن المحبة أمر لا يحصل إلا عند اعتقاد حصول خير أو دفع ضرر ، فمتى حصل هذا الاعتقاد حصلت المحبة لا محالة ، ومتى حصل اعتقاد أنه يوجب ضرراً حصل البغض والنفرة ، إذا عرفت هذا فنقول : تلك الخيرات التي كان اعتقاد حصولها يوجب حصول المحبة ، إما أن تكون قابلة للتغير والتبدل ، أو لا تكون كذلك ، فإن كان الواقع هو القسم الأول ، وجب أن تبدل تلك المحبة بالنفرة ، لأن تلك المحبة إنما حصلت لاعتقاد حصول الخير والراحة ، فإذا زال ذلك الاعتقاد ، وحصل عقيبه اعتقاد أن الحاصل هو الضرر والألم ، وجب أن تتبدل تلك المحبة بالبغضة ، لأن تبدل العلة يوجب تبدل المعلول ، أما إذا كانت الخيرات الموجبة للمحبة ، خيرات باقية أبدية ، غير قابلة للتبدل والتغير ، كانت تلك المحبة أيضاً محبة باقية آمنة من التغير ، إذا عرفت هذا الأصل فنقول الذين حصلت بينهم محبة ومودة في الدنيا ، إن كانت تلك المحبة لأجل طلب الدنيا وطيباتها ولذاتها ، فهذه المطالب لا تبقى في القيامة ، بل يصير طلب الدنيا سبباً لحصول الآلام والآفات في يوم القيامة ، فلا جرم تنقلب هذه المحبة الدنيوية بغضة ونفرة في القيامة ، أما إن كان الموجب لحصول المحبة في الدنيا الاشتراك في محبة الله وفي خدمته وطاعته ، فهذا السبب غير قابل للنسخ والتغير ، فلا جرم كانت هذه المحبة باقية في القيامة ، بل كأنها تصير أقوى وأصفى وأكمل وأفضل مما كانت في الدنيا ،. 

orang-orang yang berteman karib (dengan saling mencintai/mengasihi) saat di dunia, maka besok di hari kiamat mereka saling bermusuhan satu sama  lain. Artinya, ketika pertemanan yang dipenuhi cinta kasih itu berdiri atas kedurhakaan terhadap Allah dan kekufuran, maka kelak akan menjadi permusuhan di hari kiamat kecuali orang orang yang bertaqwa atau yang bertauhid, yaitu orang-orang yang saling mengasihi satu sama lain atas dasar iman dan taqwa. Maka pertemanan mereka tidak akan berubah menjadi permusuhan.

Bagi para Hukama’ ada jalan bagus dalam menafsiri ayat ini. Mereka berkata, sesungguhnya cinta adalah sesuatu yang tidak dapat diperoleh kecuali ketika diyakini kan menghasilkan kebaikan atau menolak bahaya/kerusakan. Ketika sudah diperoleh keyakinan ini maka pastilah diperoleh rasa cinta, dan ketika diperoleh keyakinan bahwa sesuatu itu akan menyebabkan kerusakan maka akan diperoleh kebencian. Ketika kamu mengetahui hal ini maka kami katakan: kebiakan-kebaikan yang diyakini mendatangkan rasa cinta ketika diperolehnya, bisa jadi dapat berubah dan tergantikan atau tidak. Jika yang terjadi itu yang pertama (dapat berubah dan tergantikan) maka kamu harus mengganti cinta itu dengan benci. Karena cinta tersebut dihasilkan oleh keyakinan diperolehnya kebaikan dan kenyamanan. Ketika keyakinan itu hilang, dan sisanya diperoleh keyakinan bahwa yang diperoleh adalah kerusakan dan rasa sakit, maka kamu harus mengganti rasa cinta itu menjadi benci. bergantinya illat/alasan (sebab) menyebabkan bergantinya musabbab. Adapun ketika kebaikan-kebaikan yang menyebabkan cinta itu adalah kebaikan-kebaikan yang abadi, yang tidak akan berubah dan tergantikan, maka cinta itu pula akan selamat dari perubahan. Jika kamu sudah tahu dasar ini, maka kami katakan : orang-orang yang jatuh cinta didunia, jika cinta itu hanya untuk mencari kesenangan dan kebaikan dunia, maka pencariannya ini tidak akan kekal besok di hari kiamat, bahkan akan menjadi sebab yang menghasilkan rasa sakit dan bencana di hari kiamat. Maka sudah pasti rasa cinta yang sifatnya duniawi ini berganti benci di hari kiamat. Adapun jika yang menyebabkan cinta di dunia ini dibarengi dengan cinta Allah SWT, melayani, dan menaatinya, maka sebab ono tidak akan terhapus dan tergantikan, sehingga sudah pasti cinta ini akan kekal di hari kiamat, bahkan akan menjadi lebih kuat, lebih murni, lebih sempurna, lebih utama dari pada saat di dunia.

Secara garis besar ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang semasa hidup di dunianya saling mengasihi, menyayangi dan mencintai besok di akhirat akan menjadi saling memusuhi karena dasar cinta dan kasihnya dalam berteman bukan iman dan takwa, sehingga hanya menuruti nafsu belaka yang pada akhirnya cinta kasihnya dalam berteman menimbulkan prilaku dan tindakan yang mengarah pada kedurhakaan kepada Allah SWT. Pada akhirnya kelak diakhirat saling menyalahkan satu sama lain, kenapa dulu di dunia saling tolong menolong dalam kedurhakaan kepada Allah SWT. Berbeda dengan orang-orang yang pertemanannya  didasari iman dan taqwa mereka akan saling tolong menolong dalam kebaikan dan tidak bersekongkol dalam kejahatan atau mendurhakai Allah SWT.

Yang menjadi perhatian di sini adalah logika yang menarik dari hukama’ perihal cinta yang kemudian dimasukkan dalam penafisran ar-Razi. Yaitu, cinta dapat muncul karena adanya kemantaban hati bahwa apa yang dicintainya itu akan membawa manfaat atau dapat menjauhkan dari bahaya kerusakan. Begitupun juga sebaliknya, ketika suatu hal tersebut diyakini akan menimbulkan kemadlorotan dan kerusakan maka akan menimbulkan kebencian dan hati menjadi berpaling darinya. Sehingga, yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor penyebab timbulnya cinta dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu ada yang bisa berubah dan ada yang tidak bisa berubah.

Jika yang terjadi adalah yang pertama, maka rasa suka itu pun pada akhirnya akan menjadi benci seiring hilangnya faktor yang menyebabkan cinta yaitu kebaikan dan kesenangan karena yang tersisa adalah bahaya, kerusakan dan rasa sakit yang menyiksa. Akan tetapi jika kebaikan dan manfaat itu sifatnya kekal abadi yang tak mungkin bisa berubah dan terganti, maka cintanya pun akan menjadi kekal abadi dan tak berubah menjadi benci.

Seseorang yang mencintai karena suatu hal, kemudian dia berpaling seiring dengan perpalingnya hal tersebut, maka yang menjadi faktor penopang cintanya adalah bukanlah cinta sejati, melainkah hanyalah berupa tujuan tertentu saja. Apabila faktor yang menjadi landasan cinta kepada serang kekasih itu cepat hilang dan berpindah, maka cintanyapun  akan cepat hilang . tetapi kalau dasar cintanya adalah sesuatu yang abadi, maka cintanya akan senantiasa bersemi  dan abadi selama penyebabnya masih ada. Dia tidak akan mampu dihalangi oleh sesuatu apapun, baik itu perubahan yang terjadi pada diri orang yang mencintai maupun  penderitaan yang datang dari sang kekasih. Cinta seperti itu merupakan hakikat cinta sejati, karena ia akan menciptakan suatu tujuan, yaitu keserasian (kecocokan). Dengan begitu, pecinta telah berupaya membuat tujuannya dan tujuan kekasihnya menjadi bagian dari dirinya. Dia mampu merendahka dirinya demi menysuaikan kekasihnya. 

Jika sudah jelas demikian yang menjadi titik perintah adalah hendaklah menghindaari dan menjauhi cinta yang orientasinya hanyalah kesenangan dunia dan kenikmatanya, karena kesenangan ini tidaklah abadi dan akan tergantikan besok di hari kiamat dengan kesusahan dan kepedihan siksa karena melupakan esensi manusia sebagai hamba yang harus mengabdikan diri kepada Tuhan dan nantinya akan kembali menemui balasan yang telah dilakukan di dunia. 

Berbeda dengan cinta yang faktor dan orientasinya juga kekal yakni iman dan taqwa kepaada Allah yang MahaKekal, maka yang timbul dari perilaku cintanya adalah selaras dengan nilai-nilai ketaqawaan seorang hamba yang taat kepada Tuhan, saling tolong menolong dalam kebaikan, menjauhi hal-hal yang terlarang meskipun lezat dan ni’mat secara duniawi, menjalankan perintah-perintahNya meskipun berat dan pahit adanya, namun hal itu dilaksanakan dengan penuh cinta kasih dan mengharapkan ridlo dari Allah, hingga Allah pun meridloinya sampai besok diakhirat dengan wujud syurga yang penuh ni’mat dan keridloan karena cintanya yang selaras dengan cinta Allah Sang Maha Cinta. Bahkan akan menjadi semakin kuat, semakin lembut dan semakin suci.

D.    Penutup


Ketertarikan watak alami pada perkara yang melezatkan hati, yang menyenangkan hati, yang diyakini membawa manfaat, dapat menghilangkan keburukan itulah cinta. Mencintai dan menyayangi hendaklah didasarkan pada iman dan taqwa agar cinta kasih di dunia tidak berubah menjadi benci dan petaka besok di akhirat. Demikianlah yang dapat penulis simpulkan. Segala kekurangan dan kesalahan mohon maaf dan mohon kritik konstruktif. Semoga bermanfaat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdillah, Muhammad bin Umar  bin Alhusain bin Alhasan Ali, At Tamimi, Al Bakri At Thabaristani Ar Rozi, Tafsir al-Kabir; Mafatih al-Ghayb¸ dalam Maktabah Syamilah
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Bercinta dengan Allah, terjemahan: H. Sarwedi M. Amin Hasibuan, edt. Ahmad Anis, Arif Fahruddin, jakarta: Maghfirah pustaka, 2006.
Imam Al-Ghzali, The Power of Love, terj. Ija Suntana, Jakarta: Hikmah, 2005
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, terj. Ratna Djuwita, dkk., Jakarta: Erlangga, 2005.
Agung, Arti Cinta Menurut Para Ahli dalam http://tukankcopas. blogspot.com/2013/05/arti-cinta-menurut-para-ahli.html
Darusman, Arti Cinta Menurut Pakar Ilmuan  dalam http://cinta009 .blogspot.com/2013/03/arti-cinta-menurut-pakarnya.html#sthash.Ip bDgIz2.dpuf